REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL--Bahasa Arab, sorban, unta, hijab hingga ukiran kompleks khas Afrika Utara telah memenuhi sebuah galeri di Jongno, Seoul. Pameran yang berasal dari seniman Maroko Hassan Hajjaj ini bertema "A Taste of Things to Come."
Butik di lantai dua ruang pameran juga tak kalah menarik perhatian pengunjung. Perpaduan eksotis antara warna glamor dan cerah memberikan perasaan travelling di Maghreb. Unsur tambahan dari budaya pop, misalnya, sepatu tradisional Maroko Babouche yang menampilkan logo Louis Vuitton dan Nike, dan Barbie yang mengenakan pakaian tradisional, membuat karya seni ini menarik dan disukai. Hajjaj menyebutnya sebagai “seni pop Maroko” yang terinspirasi dari seni pop di 1960-an.
Di butik ini, pengunjung dapat membeli produk edisi terbatas, seperti kaos, sepatu, dan kotak teh, hasil kolaborasi seniman dan pengrajin lokal. Karena diproduksi dalam kelipatan, sebagian besar barang diberi harga di bawah satu juta won dengan kotak teh menjadi barang paling terjangkau dengan harga 40.000 won. Pengunjung juga dapat dengan mudah memeriksa harga pada daftar yang ditampilkan di butik.
“Babouche, tas ramah lingkungan berlogo Nike, dan brosur seni untuk saat ini sudah terjual habis jadi kami sedang menerima pesanan di muka,” kata salah satu anggota galeri.
Souvenir yang berhubungan dengan seni biasanya dijual di toko di galeri. Namun, Hajjaj sendiri memproduksi barang dagangan dan menjualnya di galeri sebagai bagian dari karyanya. Perubahan ide yang sederhana ini menarik bagi para kolektor dengan sumber daya terbatas. Dia juga menjalankan butik di Maroko.
Pesona visual karyanya juga sesuai dengan tren seni rupa global. Kombinasi warna yang ditampilkan di ruang pameran dan karya-karyanya terinspirasi oleh lanskap di bawah sinar matahari langsung di Maghreb. Gaya glamor seperti itu kerap dijumpai dalam budaya Afrika yang para senimannya sedang mencuri perhatian di kalangan seni belakangan ini.
Hajjaj, yang sempat pindah ke Inggris di masa remajanya, juga meluncurkan merek fashion jalanan RAP pada akhir 1970-an dan menjalankan klub malam hip-hop dan reggae, yang memimpin subkultur di negara tersebut. Dia kembali ke Maroko pada akhir 1980-an dengan mengambil gambar dan menggabungkannya dengan produk, yang membuatnya mendapatkan julukan "Andy Warhol dari Marakesh."