Presiden AS Donald Trump menelepon Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis, dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, untuk memaksakan damai. Menlu Jerman Heiko Maas mengajak kedua negara mencari "solusi diplomatis.”
"Tidak ada yang bisa mengatasi masalah ini dengan mengirimkan kapal perang ke timur Laut Tengah,” kata dia.
Jerman saat ini sedang memediasi Yunani dan Turki agar kembali ke meja perundingan. Sementara buat AS, eskalasi konflik bersenjata antara dua negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) sudah "mengkhawatirkan,” kata Gedung Putih.
Yunani dan Turki belakangan bersitegang soal perbatasan di kawasan timur Laut Tengah. Ankara belum lama ini mengklaim sebagian wilayah Yunani sebagai daerah teritorialnya. Kedua negara tidak pernah membahas patok perbatasan di kawasan tersebut.
Pekan lalu Ankara mengirimkan kapal riset beserta satu armada kecil kapal perang ke timur Laut Tengah dan menggelar latihan militer. Yunani membalas dengan mengadakan latihan tandingan yang melibatkan kapal perang dan jet tempur Prancis.
Turki mengancam akan menggelar latihan militer dalam skala besar, termasuk "latihan menembak” di ujung wilayah teritorialnya di Laut Tengah. Kementerian Pertahanan tidak menjelaskan secara detail apakah kapal riset pencari gas itu akan kembali pada Kamis (27/8), seperti yang dijadwalkan.
"Tidak ada batas waktu” dalam eksplorasi energi dan latihan militer di Laut Tengah, kata Menteri Pertahanan Hulusi Akar seperti dilansir AFP. "Aktivitas ini akan dilaksanakan sebanyak sesuai yang diperlukan. Dan kami bersikeras melindungi hak-hak kami,.”
Intervensi Paris Tingkatkan Tensi
Sejauh ini, upaya Jerman meredakan ketegangan lewat jalur diplomasi belum membuahkan hasil. Usai berbicara dengan Trump, PM Mitsotakis mengaku pihaknya "siap untuk de-eskalasi yang signifikan, tapi dengan kondisi Turki harus menghentikan aksi provokatifnya.”
Erdogan sendiri dikabarkan menolak menyetujui syarat yang diajukan Washington untuk berbicara dengan Yunani. Kantor Kepresidenan di Ankara melaporkan, "Erdogan mengingatkan Trump bahwa Turki bukan pihak yang menciptakan ketidakstabilan di timur Laut Tengah.
Ankara terutama mengecam campurtangan Prancis dalam konflik dengan Yunani. "Waktu untuk perundungan sudah berakhir,” kata Menhan Turki Akar dalam sebuah wawancara. Menurutnya langkah Paris mengirimkan kapal perang untuk menghentikan agresi Turki "adalah mimpi siang bolong".
Sebaliknya Prancis memperingatkan Erdogan agar tidak bersikap berlebihan. Laut Tengah "tidak seharusnya dijadikan taman bermain bagi ambisi satu pihak. Laut ini adalah kepentingan bersama,” kata Menteri pertahanan Prancis, Florence Parly.
Berebut pengaruh lewat Eropa
Konflik antara Turki dan Yunani kini menguasai agenda pembahasan pertemuan informal menteri luar negeri Uni Eropa di Berlin, 27-28 Agustus. Dalam keterangan pers yang dirilis Komisi Eropa, para menteri akan mendebatkan hubungan dengan Turki "secara komperhensif.”
Yunani sebelumnya sempat mendesak agar UE menjatuhkan sanksi atas Turki. Namun upaya diplomasi tersebut gagal meyakinkan menteri-menteri luar negeri UE dalam sebuah konferensi video, 14 Agustus silam.
Sebaliknya posisi Turki didukung negara-negara selatan Uni Eropa yang berkepentingan pada stabilitas di Laut Tengah. Mereka mengkhawatirkan tindakan balas dendam Erdogan jika UE menjatuhkan sanksi secara sepihak.
Yunani dikabarkan akan melancarkan manuver kedua untuk meyakinkan negara-negara UE lain pada pertemuan di Berlin.
Tapi Menhan Turki, Akar, mewanti-wawanti pihaknya "tidak akan membiarkan hak kami diinjak-injak," kata dia. "Kekuatan Turki sebaiknya tidak diuji."
Rzn/hp (afp, rtr, dpa)