Ahad 13 Sep 2020 11:19 WIB

AKHLAK BUMN

BUMN sedang bertransformasi gabungkan bisnis dan akhlak

Rep: SWAOnline (swa.co.id)/ Red: SWAOnline (swa.co.id)
Kun Wahyu Wardana, Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo
Kun Wahyu Wardana, Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo

Oleh: Kun Wahyu Wardana, Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo

Di tengah transformasi yang dilakukan BUMN untuk memiliki daya saing bertaraf global, masih menyeruak kasus-kasus yang mencederai reputasi BUMN. "Ada 53 kasus hukum di BUMN yang kita nggak mau terulang lagi. Ini kenapa akhlak penting," ungkap Menteri BUMN Erick Tohir sebagaimana dikutip oleh berbagai media.

Pernyataan tersebut menegaskanan bahwa tantangan terbesar BUMN dan anak perusahaannya adalah tidak hanya membangun kompetensi, tetapi juga integritas dari manusia-manusianya. Begitu banyak peristiwa yang mencoreng BUMN reputasi dan integritas. Itulah yang menjadi salah satu pertimbangan menetapkan core values yang berlaku bagi BUMN dan anak perusahaannya. Di dalam Surat Edaran Nomor: SE-7/MBU/07/2020 tentang Nilai-Nilai Utama (Core Values) Sumber Daya Manusia Badan Usaha Milik Negara pada bulan Juli 2020, AKHLAK ditetapkan sebagai core values. Oleh karena itu, menginternalisasi AKHLAK yang merupakan akronim dari Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif dan Kolaboratif dalam BUMN dan anak perusahaannya menjadi hal yang fundamental untuk dilakukan. Core values yang dibutuhkan sebagai identitas dan perekat budaya kerja yang mendukung peningkatan kinerja secara berkelanjutan.

Tak dipungkiri, jika dilakukan pendalaman terhadap core values dari setiap BUMN yang ada, maka terdapat core values yang beragam di dalamnya. Padahal, semua BUMN tersebut menginduk pada Kementerian BUMN. Best practice yang berlaku dalam dunia usaha, dalam sebuah grup atau holding seharusnya menganut core values yang sama. Dalam konsepsi budaya korporasi, disadari bahwa budaya terbentuk dari persepsi umum yang dianut oleh anggota korporasi. Setiap anggota korporasi dengan latar belakang dan tingkatan yang berbeda memberikan kontribusi terhadap keberadaan budaya yang ada. Dalam fungsi budaya sebagai integrator atau perekat dalam organisasi, maka menjadi penting memiliki core values yang sama. Namun, tentu itu tidak berarti menihilkan sama sekali sebuah kekhasan dari setiap perusahaan dalam sebuah grup atau holding.

Proses Budaya

Dalam literatur budaya korporasi dikenal dua jenis budaya yang tumbuh di dalam korporasi yakni budaya dominan (dominant culture) dan budaya yang menjadi bagian dari budaya dominan atau subkultur (subculture).  Sejatinya, budaya dominan menjadi payung bagi semua subkultur.

Dalam konteks BUMN hari ini kita tidak atau belum dapat mengidentifikasi dengan jelas budaya dominan yang menjadi nilai-nilai dari BUMN sebelum diintrodusirnya AKHLAK. Hampir semua BUMN menetapkan budaya dan core values masing-masing. Padahal, budaya korporasi yang bersifat dominan dibutuhkan untuk memastikan setiap individu yang menggerakkan BUMN itu ‘fit in’ dengan budaya dominan tersebut. Ketika individu dalam BUMN ‘fit in’ dengan budaya dominan, maka BUMN akan mampu menerjemahkan dengan tepat strategic direction yang ditetapkan oleh Kementerian BUMN.

Pada saat yang sama, subkultur yang hidup di masing-masing korporasi dipengaruhi oleh jenis industri, proses bisnis dan budaya tempat BUMN itu berada. Tantangannya, bagaimana memastikan selerasan (alignment) antara subkultur di level korporasi dengan budaya dominan di BUMN sebagai satu kesatuan.

Restoran McDonald misalnya memiliki budaya dominan: Quality, Service dan Cleanliness yang ditekankan oleh pemiliknya Ray Kroc. Walaupun restorannya telah diwaralabakan dan tersebar di seluruh dunia, tetapi core values tersebut tetap menjadi panduan perilaku. Adapun subkultur merupakan perilaku yang mengakomodir budaya lokal tempat  gerainya berada.

Bagaimana proses internalisasi core values tersebut? Ini menjadi pertanyaan  yang sangat esensial untuk diajukan. Saat ini, penetapan AKHLAK sebagai core values baru pada tataran stroke of the pen atau menggoreskan kebijakan. Tidak serta merta berdampak pada perubahan perilaku. Oleh karena itu, menggunakan Framework dengan 7-S Mckinsey merupakan pendekatan yang relatif lebih kaffah untuk mengintegrasikan keduanya yakni bagaimana sebuah kebijakan dapat menjadi pedoman perilaku dalam korporasi yang diyakini dan diimplementasikan. 7-S Mckinsey mendalilkan bahwa membangun budaya korporasi tidak cukup dengan pendekatan perangkat keras (hard system approach) tetapi juga dengan pendekatan perangkat lunak (soft system approach). Strategi, struktur dan sistem yang merupakan pendekatan dari sisi perangkat keras mutlak dilengkapi dengan perangkat lunak yang terdiri dari staf, skill (keterampilan), style (gaya kepemimpinan) dan shared values (nilai yang hidup dan dibagikan dalam lingkungan tersebut). Dua pendekatan yang menjadikan share values sebagai sentra yang memberikan pengaruh dan penggerak dari variabel 6-S selebihnya.

Namun demikian, menarik untuk menggaris bawahi tesis dari Thomas J. Peters dan Robert H Waterman dalam buku klasik In Search of Excellence (1982). Buku ini merupakan kesimpulan berdasarkan hasil studinya terhadap puluhan perusahaan terbaik Amerika. Ketika perangkat lunak ditetapkan demikian pentingnya, mereka menyatakan “soft is hard”. Menurutnya, perangkat lunak yang acap diabaikan oleh manajer profesional karena dianggap sulit, tidak rasional, intuitif dan karenanya tidak dapat dikelola. Pada akhirnya, korporasi yang mengabaikan soft system approach tidak lebih menjadi suatu struktur formal dan sekedar menjalankan strategi, tanpa penciptaan nilai. Oleh karena itu, transformasi budaya sejatinya dimulai dari para leader dengan meyakini AKHLAK sebagai core values yang dibuktikan dengan perilaku. Ini merupakan cara terbaik dalam menghidupkan core values dalam budaya korporasi, “action is louder than voice”. Dengan demikian, kita tentunya sangat berharap kinerja BUMN kedepan akan semakin unggul dan memiliki talenta yang kompeten serta berintegritas tinggi dipandu oleh AKHLAK.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan swa.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab swa.co.id.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement