Selasa 01 Sep 2020 17:54 WIB

Abdul Mu'ti: Gelar Guru Besar Awal untuk Belajar

Abdul Mu'ti diangkat menjadi guru besar.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Muhammad Hafil
Abdul Mu'ti: Gelar Guru Besar Awal untuk Belajar. Foto: Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti
Foto: Republika/Prayogi
Abdul Mu'ti: Gelar Guru Besar Awal untuk Belajar. Foto: Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Muti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lembaga Penelitian Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, keberadaan Guru Besar atau lebih dikenal dengan sebutan Profesor pada sebuah Perguruan Tinggi (PT) akan mencerminkan salah satu tingkat kemajuan dan wibawa dari PT tersebut.

Di Indonesia, peraturan tertulis pertama yang menetapkan pengukuhan profesor dan guru besar disahkan Sukarno pada 1962. Berdasarkan UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan, universitas, institut, atau sekolah tinggi dapat mengangkat Guru Besar atau Profesor, seseorang dapat diangkat dalam jabatan akademik profesor adalah dosen yang memiliki kualifikasi doktor (UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen).

Baca Juga

Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor. Profesor mempunyai kewajiban khusus menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.

Meski Guru Besar atau Profesor bukanlah gelar akademik tertinggi, namun merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang mengajar di lingkungan perguruan tinggi yang diakui pemerintah dan masyarakat serta melaksanakan ketiga Tri Dharma Perguruan Tinggi (mengajar, meneliti dan mengabdi kepada masyarakat).

Meski di tengah masa pandemi, upaya lembaga pendidikan untuk meningkatkan jumlah guru besar terus dilakukan, salah satunya Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang akan menggelar sidang Senat terbuka pengukuhan guru besar Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M. Ed sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, Rabu 2 September 2020.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan, secara akademik, guru besar adalah tahapan tertinggi dalam karier seorang dosen. Dia juga mengungkapkan rasa syukur atas kepercayaan dan amanat yang diberikan padanya melalui gelar tersebut.

Posisi ini, kata dia, sangat  terkait dengan kemampuan, kewenangan, dan pengakuan ilmiah. Guru besar memiliki tanggung jawab dan integritas intelektual, sosial, dan moral untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, ujarnya menambahkan.

"Saya sangat bersyukur bisa menjadi guru besar. Ini anugerah Allah yang sangat besar.  Saya berterima kasih kepada banyak sekali orang yang telah berjasa dalam hidup dan karir saya," ujar Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M. Ed kepada Republika, Selasa (1/9).

Dalam pengukuhan gelar guru besar yang diselenggarakan di Auditorium Harun Nasution UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu, Prof. Dr. Abdul Mu'ti, M. Ed akan mengangkat tema Pendidikan Agama Islam yang Pluralistis, Basis Nilai dan Arah Pembaruan sebagai topik pidato pengukuhannya.

 

Dia menjelaskan, Pendidikan Agama Islam yang Pluralistis adalah sebuah model yang diharapkan dapat menjawab tiga tantangan. Pertama, adanya kecenderungan meningkatnya intoleransi intern dan antar umat beragama.

"Ironisnya, intoleransi sesama umat beragama (intern) lebih tinggi dibandingkan dengan intoleransi antar umat beragama," kata dia.

Kedua, sistem pembelajaran PAI yang saat ini cenderung doktriner dan mengarah kepada penyeragaman faham agama Islam tertentu yang ditanamkan oleh guru, buku teks, dan satuan pendidikan. Terakhir, adanya beberapa kebijakan Pemerintah yang cenderung proteksionis dan menghilangkan hak pendidikan agama bagi murid yang memeluk agama diluar enam agama dan kepercayaan yang diakui Pemerintah.

Dia menjelaskan, PAI Pluralistis dikembangkan berdasarkan nilai-nilai dasar pluralisme menurut Islam serta pendekatan yang mindful, meaningful, dan joyful. PAI Pluralistis dapat dikembangkan untuk bisa mengakui eksistensi, menerima, dan menjadikan perbedaan faham agama sebagai bagian dan sumber pembelajaran, ujarnya menambahkan.

"Pembelajaran dapat didorong ke arah pendekatan deep learning dan mengurangi pendekatan surface dan achievement," kata pria kelahiran Kudus 52 tahun silam itu.

"Guru besar adalah awal bagi saya untuk belajar. Bukan titik kulminasi. Saya berharap bisa berbuat lebih banyak lagi untuk memajukan pendidikan pendidikan, khususnya melalui pendidikan agama Islam," pungkasnya.

Sebelum meraih gelar sebagai guru besar, Abdul Mu'ti merupakan siswa lulusan Madrasah di Kudus. Di mulai dari Madrasah Ibtidaiyah Manafiul Ulum (Kudus, 1980), Madrasah Tsanawiyah Negeri (Kudus, 1983), Madrasah Aliyah Negeri Purwodadi Filial di Kudus (Kudus, 1986).

Kiprah di dunia pendidikan tingginya, dimulai di IAIN Walisongo Semarang pada 1991 silam, sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah. Tak hanya di dalam negeri, Mu'ti juga sempat mengecap pendidikan di School of Education, Flinders University of South Australia (Adelaide, 1997), Short Course on Governance and Shariah the University of Birmingham (Birmingham, UK, 2005).

Mu'ti memutuskan kembali ke tanah air untuk melanjutkan pendidikannya di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2008, dan sejak 2014, dia telah menjabat sebagai dosen di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Mu’ti juga sempat menjadi editor dan kontributor buku Islam in Indonesia: A to Z Basic Reference (CDCC, 2010), Editor Bijak Bertindak: Mengambil Keputusan Berdasar Etika Agama, (al-Wasath Publishing House, 2016), Editor Ta'awun Untuk Negeri: Transformasi al-Maun Dalam Konteks Keindonesiaan, (Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah dan Muhammadiyah University Press: Februari, 2019), Beragama yang Mencerahkan, (Universitas Muhammadiyah Malang, Majelis Pustaka dan Informasi PP. Muhammadiyah: Mei, 2019), Beragama dan Pendidikan yang Mencerahkan, (Uhamka Press: 2019), dan Pluralisme Positif: Konsep dan Implementasi dalam Pendidikan Muhammadiyah (UMJ-MPI PPM, 2019).

Di level internasional, Mu’ti juga merupakan anggota British Council Advisory Board 2006-2008, Indonesia-United Kingdom Advisory Board (2007-2009), Executice Committee of Asian Conference of Religion for Peace (2010-2015), dan Indonesia-United Council of Religion and Pluralism (2016-Sekarang).

Dia juga menjadi salah satu penerima penghargaan Australian Alumni Award (2008), dan aktif dalam berbagai forum dialog dan kerjasama antar iman di dalam dan di luar negeri.

Tokoh ini tercatat sebagai anggota Muhammadiyah sejak 1994. Pernah mejabat sebagai Sekretaris PWM Jateng periode 2000-2002, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah periode 2002-2006, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah 2005-2010, Sekretaris PP Muhammadiyah 2010-2015, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) periode 2019-2023.

Mu'ti juga sempat menjabat sebagai Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M) periode 2011-2017 dan Anggota BAN-S/M periode 2006-2011 dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020.

Acara Pengukuhan Guru Besar ini, rencananya akan disiarkan secara langsung oleh TV Mu, dan beberapa platform media sosial PP Muhammadiyah lainnya. Genial, salah satu portal berita daring, juga menggelar acara jelang pengukuhan guru besar Prof, Dr. Abdul Mu'ti, M.Ed pada Selasa, 1 September 2020.

Acara diskusi virtual ini akan menghadirkan Ketua DPR RI Puan Maharani, Mendikbud RI Nadiem A Makarim, Rektor IAIN Salatiga Zakiyuddin Baidlawi, Dosen Unika Atmajaya A Sonny Keraf, Sekjen PGI Jacky Manuputty dan Ketua Umum PP Nasyiatul Aisyiyah Diyah Puspitarini, dengan mengangkat tema jalan panjang mewujudkan pendidikan yang pluralis. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement