REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Presiden Prancis Emmanuel Macron tidak mau memberikan komentar dan penilaian atas keputusan majalah satir, Charlie Hebdo yang menerbitkan ulang karikatur Nabi Muhammad SAW. Dalam kunjungannya ke Lebanon, Macron mengatakan warga Prancis berkewajiban untuk menunjukkan kesopanan dan rasa hormat satu sama lain.
“Tidak pernah menjadi tempat bagi seorang presiden Republik untuk memberikan penilaian atas pilihan editorial jurnalis atau ruang berita, tidak pernah. Karena kami memiliki kebebasan pers," ujar Macron.
Macron mengatakan Prancis memiliki kebebasan berekspresi. Namun dia mendorong warga Prancis untuk menghindari ujaran kebencian.
Pada Selasa (1/9), Charlie Hebdo kembali mencetak ulang edisi karikatur Nabi Muhammad SAW. Pengumuman perilisan ulang tersebut bertepatan sebelum 13 pria dan seorang wanita yang dituduh menyediakan senjata dan logistik diadili dengan tuduhan terorisme pada Rabu (2/9). Surat kabar tersebut mengatakan gambar-gambar itu memiliki sejarah yang tidak dapat ditulis ulang atau dihapus.
Sebelumnya edisi karikatur yang sama pada 2015 telah membuat kantor media tersebut diserang pria bersenjata. Serangan Januari 2015 terhadap Charlie Hebdo dan memicu gelombang pembunuhan di Eropa yang diklaim oleh kelompok bersenjata ISIS. Sebanyak 17 orang tewas dalam serangan itu dengan 12 di antaranya di kantor editorial, termasuk tiga penyerangnya.
Karikatur yang diterbitkan ulang pekan ini pertama kali dicetak pada 2006 oleh surat kabar Denmark Jyllands Posten. Charlie Hebdo pun secara teratur membuat karikatur para pemimpin agama dari berbagai agama dan menerbitkannya kembali segera setelah itu.
Kantor koran Paris ini juga pernah dibom pada 2011 dan kepemimpinan editorialnya ditempatkan di bawah perlindungan polisi. Kondisi tersebut masih berlaku sampai hari ini.