Advertisement
Advertisement

In Picture: Tahap Akhir Vaksin Inggris Terpaksa Ditangguhkan

Kamis 10 Sep 2020 05:58 WIB

Red:

Tahap Akhir Vaksin Inggris Terpaksa Ditangguhkan

Tahap akhir uji coba untuk vaksin virus corona di Inggris ditangguhkan setelah seorang peserta yang mengikuti penelitan berpotensi menderita "penyakit yang tidak dapat dijelaskan".

  • Australia sebelumnya sudah membuat perjanjian dengan perusahaan AstraZeneca untuk pasokan vaksin
  • Perusahaan tersebut mengatakan uji coba dilakukan agar bisa ditinjau oleh komite independen
  • Pihak otoritas kesehatan Australia mengatakan penangguhan ini tidak berarti pilihan vaksin dari Inggris ditinggalkan

 

Perusahaan farmasi AstraZeneca telah menunda uji coba fase tiga dari vaksin yang sedang dikembangkan bekerja sama dengan Universitas Oxford.

Pemerintah Federal Australia bulan lalu menandatangani perjanjian dengan perusahaan yang berbasis di Inggris itu untuk mengamankan pasokan potensi vaksin COVID-19, jika uji coba terbukti berhasil.

Dalam sebuah pernyataan, AstraZeneca mengatakan, pihaknya "secara sukarela menghentikan" uji coba klinis fase 3 untuk memungkinkan komite independen meninjau apa yang terjadi pada salah satu peserta uji coba.

"[Penghentian] ini adalah tindakan rutin yang harus dilakukan setiap kali terjadi penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan di salah satu tahap uji coba, untuk memastikan kami menjaga integritas proses uji coba," demikian bunyi pernyataan tersebut.

"Dalam uji coba berskala besar, penyakit akan mungkin timbul, tetapi itu harus ditinjau secara independen supaya bisa diperiksa dengan cermat."

Pemerintah Australia telah mengamankan 33,8 juta dosis vaksin Oxford untuk kemudian diproduksi di dalam negeri.

Selain itu, 51 juta dosis vaksin potensial yang sedang dikembangkan oleh University of Queensland dan CSL juga telah dipesan Pemerintah Australia.

Rencananya, sebanyak total 84 juta dosis vaksin yang potensial ini akan diluncurkan gratis secara bertahap sepanjang tahun depan, di antaranya 3,8 juta dosis vaksin Oxford yang menurut pemerintah akan diluncurkan pada awal Januari, sambil menunggu uji coba yang berhasil.

Namun, para ahli vaksin pada hari Senin (07/09) memperingatkan jangka waktu yang ditetapkan Pemerintah Federal terlalu "ambisius" dan "optimis", mengingat sebagian besar uji coba fase tiga membutuhkan waktu setidaknya satu tahun untuk menyelesaikannya.

Dalam pernyataannya, Menteri Kesehatan Federal Greg Hunt mengatakan penangguhan ini menunjukkan kerasnya proses uji coba dan perusahaan sedang bekerja untuk mempercepat peninjauannya.

Greg Hunt juga mengatakan, Australia sedang mengejar "strategi vaksin COVID-19 yang lebih terdiversifikasi", seperti uji coba vaksin yang dikembangkan University of Queensland, serta pembicaraan pemerintah dengan produsen vaksin lain yang menjanjikan.

 

50.000 orang berpartisipasi dalam uji coba Oxford

Vaksin yang dikembangkan Oxford telah menghasilkan respon kekebalan tubuh dalam percobaan pada manusia tahap pertama, mengukuhkan posisinya sebagai salah satu kandidat terdepan dalam perlombaan untuk memerangi virus yang telah menyebabkan ratusan ribu kematian dan melumpuhkan ekonomi global.

Akhir bulan lalu, AstraZeneca mulai merekrut 30.000 orang di Amerika Serikat untuk studi vaksin terbesarnya.

Selain itu, perusahaan ini juga sedang menguji vaksin pada ribuan orang di Inggris, serta di Brasil dan Afrika Selatan dalam penelitian yang lebih kecil.

Sebelumnya, ilmuwan utama dalam uji coba ini, Andrew Pollard, mengatakan data uji coba vaksin kemungkinan besar akan diberikan kepada regulator tahun ini.

Perusahaan Australia CSL mengatakan pihaknya berencana untuk mulai memproduksi kandidat vaksin Oxford paling cepat bulan depan untuk persiapan peluncurannya di Australia.

Pakar vaksin dari Australia, Tony Cunningham, yang telah mengelola beberapa uji coba fase 3 di seluruh dunia, mengatakan kepada ABC jika "efek samping yang parah" ini relatif umum.

Dia mengatakan uji coba vaksin umumnya dilakukan dengan memberi setengah sukarelawan vaksin dan setengah lainnya plasebo, dan belum jelas dari kelompok mana penyakit yang tidak dapat dijelaskan itu berasal.

"Ini menunjukkan bahwa Anda perlu melakukan hal-hal ini dengan benar. Anda menghadapi kesehatan ratusan juta orang, dan itulah mengapa uji coba ini memakan waktu dan tidak dapat diburu-buru."

Tidak diketahui bagaimana perkembangan terbaru ini akan mempengaruhi rencana uji coba yang sedang berjalan.

Wakil Kepala Petugas Medis Australia Nick Coatsworth mengatakan langkah itu "sama sekali tidak membuat vaksin tersebut tidak lagi menjadi pilihan".

"Ini sebenarnya adalah proses standar jika ditemukan reaksi yang sangat parah dan para penguji tidak yakin apakah itu disebabkan oleh vaksin atau tidak, sehingga mereka perlu mengumpulkan informasi dan menangguhkan uji coba untuk saat ini," katanya dalam program Sunrise di Channel 7.

"Kita harus ingat puluhan ribu orang sekarang telah menerima vaksin ini, jadi ini adalah bukti ketelitian dan fokus keamanan yang dilakukan orang-orang dalam pengembangan vaksin."

Nick menambahkan Pemerintah Australia telah berinvestasi dalam "banyak teknologi dan berbagai vaksin potensial" untuk mengimbangi kemunduran yang dialami oleh satu vaksin.

Saat ini ada lebih dari 160 kandidat vaksin dalam berbagai tahap uji coba di seluruh dunia.

Dua vaksin di antaranya kini sedang dalam pengujian tahap akhir dalam skala besar di Amerika Serikat, satu dibuat oleh Moderna Inc dan yang lainnya oleh Pfizer dan BioNTech Jerman.

Cara kerja kedua vaksin tersebut berbeda dari vaksin milik AstraZeneca dan penelitian untuk kedua vaksin tersebut telah merekrut sekitar dua pertiga dari total sukarelawan yang dibutuhkan.

Setelah proses uji coba vaksin dilaporkan dihentikan sementara, saham AstraZeneca yang diperdagangkan di Amerika Serikat turun lebih dari 6 persen.

Diproduksi oleh Hellena Souisa disadur dari laporannya dalam bahasa Inggris.

Sumber : https://www.abc.net.au/indonesian/2020-09-09/astrazeneca-tunda-uji-vaksin-corona-yang-dikembangkan-oxford/12645216
  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 

Ikuti Berita Republika Lainnya