REPUBLIKA.CO.ID, SHANGHAI -- Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat di China semakin khawatir bahwa ketegangan perdagangan antara dua negara akan berlarut-larut selama bertahun-tahun.
Hampir sepertiga perusahaan AS mengatakan kemampuan mereka untuk mempertahankan staf telah terpengaruh, menurut survei tahunan sentimen bisnis yang dilakukan oleh Kamar Dagang AS di Shanghai dan perusahaan konsultan jaringan layanan profesional PWC China. Setengah dari perusahaan AS mengatakan mereka yakin hubungan AS-China yang memburuk akan berlangsung setidaknya tiga tahun, atau meningkat tajam dari 30 persen pada 2019, kata survei tersebut.
Dari jumlah (perusahaan) tersebut, 27 persen mengatakan mereka yakin ketegangan AS-China akan berlangsung tanpa batas, sedangkan tahun lalu hanya 13 persen dari jumlah perusahaan AS yang berpandangan seperti itu.
"Bisnis AS di China ingin melihat kedua negara menyelesaikan masalah mereka yang luar biasa dengan cepat dan mengurangi ketegangan. Kerangka kerja sama yang bisa diterapkan untuk dekade berikutnya akan menjadi wadah yang baik untuk memfokuskan diskusi," kata Ker Gibbs, Presiden Kamar Dagang AS di Shanghai.
Ketegangan AS-China, yang sudah tinggi setelah perang dagang tahun lalu, semakin meningkat tahun ini karena wabah Covid-19. Hal itu ditambah Washington memasukkan atau mengancam memasukkan perusahaan teknologi China ke dalam daftar hitam atas dasar keamanan nasional.
Dengan semakin dekatnya pemilu AS, Presiden Donald Trump pekan ini kembali mengangkat gagasan untuk memisahkan AS dengan negara-negara ekonomi China, yang dikenal sebagai aksi decoupling (pemisahan). Trump mengatakan bahwa Amerika Serikat tidak akan kehilangan uang jika negara-negara tersebut tidak lagi berbisnis.
Menanggapi kekhawatiran tentang ketegangan bilateral serta ketidakpastian ekonomi yang disebabkan oleh pandemi virus corona, hanya 29 persen perusahaan AS yang berencana meningkatkan investasi mereka di China tahun ini, yakni turun dari angka 47 persen pada 2019. Namun, proporsi perusahaan AS dengan prospek lima tahun yang pesimistis sedikit menurun, yaitu pada 18,5 persen tahun ini dibandingkan 21,1 persen pada 2019.
Perbaikan itu mungkin disebabkan oleh kesepakatan perdagangan AS-China Fase Satu, kata laporan survei itu, meskipun pesimisme tercatat tetap tinggi secara historis. Selama beberapa tahun hingga 2019, ada sekitar 7 persen perusahaan AS dengan prospek lima tahun pesimistis.
Survei sentimen bisnis tahun ini dilakukan pada periode 16 Juni-16 Juli dan mendapatkan tanggapan dari 346 perusahaan AS yang mencakup sektor industri manufaktur, otomotif dan farmasi. Lebih dari 90 persen responden mengatakan mereka berkomitmen untuk tetap tinggal di China.
Sementara 71 persen perusahaan yang memiliki atau melakukan alih daya produksi di China mengatakan mereka tidak berniat untuk mengalihkan manufaktur ke negara lain.