Rabu 16 Sep 2020 15:11 WIB

Bahrain Tetap Dukung Pembentukan Negara Palestina

Menlu Bahrain tetap menekankan solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan bereaksi di Blue Room Balcony setelah menandatangani Abraham Accords selama upacara di South Lawn Gedung Putih, Selasa (15/9/2020), di Washington.
Foto: AP/Alex Brandon
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, kiri, Presiden Donald Trump, Menteri Luar Negeri Bahrain Khalid bin Ahmed Al Khalifa dan Menteri Luar Negeri Uni Emirat Arab Abdullah bin Zayed al-Nahyan bereaksi di Blue Room Balcony setelah menandatangani Abraham Accords selama upacara di South Lawn Gedung Putih, Selasa (15/9/2020), di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid al-Zayani dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menandatangani perjanjian normalisasi diplomatik di Gedung Putih pada Selasa (15/9). Namun, sebelum penandatanganan dilakukan, al-Zayani menekankan negaranya tetap mendukung solusi dua negara untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina.

“Solusi dua negara yang adil, komprehensif, dan bertahan lama untuk konflik Israel-Palestina akan menjadi fondasi, landasan perdamaian,” kata al-Zayani, dikutip laman Al Araby. 

Baca Juga

Dia tak menyinggung atau menjelaskan bagaimana solusi dua negara dapat direalisasikan saat negaranya, bersama Uni Emirat Arab (UEA), melakukan normalisasi dengan Israel. Kendati demikian, nada pernyataan al-Zayani terdengar cukup optimistis. “Sekarang menjadi kewajiban kita untuk bekerja secara aktif dan mendesak guna mewujudkan perdamaian serta keamanan abadi yang layak diterima rakyat kita,” ujar al-Zayani. 

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan penandatanganan perjanjian normalisasi Israel dengan Bahrain dan UEA merupakan "hari hitam" dalam sejarah bangsa Arab. "Hari ini akan ditambahkan ke kalender penderitaan Palestina dan kalender kekalahan Arab, karena memberikan pukulan maut kepada Inisiatif Perdamaian Arab serta solidaritas Arab," katanya pada Senin (14/9), dilaporkan laman kantor berita Palestina WAFA. 

Dia mengungkapkan saat ini kabinetnya tengah mempertimbangkan untuk merekomendasikan agar Presiden Palestina Mahmoud Abbas merevisi hubungan dengan Liga Arab. Menurutnya Liga Arab telah bungkam atas pelanggaran mencolok terhadap resolusinya sendiri. 

Shtayyeh memandang Liga Arab sebagai simbol ketidakmampuan Arab. "Apakah masuk akal bahwa orang Arab menerima izin Israel untuk salat di kompleks Masjid Al-Aqsa, yang masih di bawah pendudukan, dengan syarat?" ujarnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed, dan Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani telah menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih. Presiden AS Donald Trump turut menyaksikan proses penandatanganan bersejarah tersebut. UEA dan Israel menyepakati perjanjian normalisasi hubungan diplomatik pada 13 Agustus lalu. Itu merupakan kesepakatan perdamaian pertama yang dicapai Israel dengan negara Arab dalam 26 tahun. Tel Aviv terakhir kali menandatangani perjanjian semacam itu pada 1994 dengan Yordania.

Belum genap sebulan pasca-perjanjian dengan UEA, Israel berhasil menyepakati normalisasi dengan Bahrain. Palestina telah mengecam kesepakatan tersebut karena dipandang sebagai sebuah pengkhianatan. 

Trump mengklaim masih terdapat beberapa negara Arab yang akan mengikuti jejak UEA dan Bahrain melakukan normalisasi dengan AS. Arab Saudi disebut merupakan satu di antaranya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement