Jumat 18 Sep 2020 12:54 WIB

Jadi Obat Potensial Covid-19, Azitromisin Bahayakan Jantung?

Azitromisin merupakan antibiotik yang biasa diresepkan dokter.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Reiny Dwinanda
Dokter gagal menyelamatkan pasien Covid-19 dari serangan jantung, beberapa menit sebelum pasien meninggal di ICU Rumah Sakit Nasional di Itagua, Paraguay, Senin, 7 September 2020.
Foto: AP/Jorge Saenz
Dokter gagal menyelamatkan pasien Covid-19 dari serangan jantung, beberapa menit sebelum pasien meninggal di ICU Rumah Sakit Nasional di Itagua, Paraguay, Senin, 7 September 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Azithromycin (azitromisin), antibiotik yang biasa diresepkan oleh dokter, saat ini sedang diteliti sebagai pengobatan potensial untuk Covid-19. Namun, hubungan azitromisin dengan sakit jantung juga tengah diperdebatkan.

Pada tahun 2012, badan pengawas obat dan makanan AS (FDA) mengeluarkan peringatan untuk azitromisin dan kaitannya dengan penyakit jantung. Akan tetapi, penelitian selanjutnya memberikan hasil yang beragam.

Baca Juga

Penelitian terbaru dari University of Illinois Chicago telah menemukan bahwa azitromisin tidak terkait dengan peningkatan penyakit pada jantung. Namun, jika obat tersebut dikonsumsi dengan obat lain tertentu yang memengaruhi fungsi listrik jantung, maka penyakit jantung dapat meningkat.

"Penemuan kami seharusnya membuat para peneliti dan dokter mempertimbangkan penundaan pemberian azitromisin sebagai pengobatan potensial Covid-19," kata Haridarshan Patel, peneliti di departemen sistem farmasi, hasil dan kebijakan di UIC College of Pharmacy dilansir Times Now News, Jumat (18/9).

Menurut Patel, penelitian menemukan bahwa jika diminum bersama dengan obat-obatan yang memengaruhi impuls listrik jantung, kombinasi tersebut terkait dengan peningkatan 40 persen penyakit jantung. Orang juga bisa pingsan, mengalami  jantung berdebar-debar, dan bahkan terkena serangan jantung karenanya.

Obat yang memengaruhi impuls listrik jantung, khususnya interval dalam irama elektrik yang disebut interval QT, disebut obat pemanjangan QT. Obat-obatan ini termasuk obat tekanan darah seperti penghambat ACE dan beta-blocker, beberapa antidepresan, obat anti-malaria seperti hidroklorokuin dan klorokuin, obat opioid, dan bahkan pelemas otot.

"Karena obat-obat perpanjangan QT digunakan begitu umum, temuan kami menyarankan bahwa dokter yang meresepkan azitromisin harus memastikan bahwa pasien tidak juga menggunakan obat perpanjangan QT," kata Patel.

Dalam studi sebelumnya, Patel dan rekannya menemukan bahwa satu dari lima orang yang diresepkan azitromisin juga menggunakan obat yang memperpanjang QT.

Studi sebelumnya yang mengamati azitromisin dan penyakit jantung meneliti populasi tertentu yang cenderung lebih tua dan memiliki lebih banyak masalah kesehatan, termasuk pasien Medicaid dan veteran. Namun dalam studi ini, Patel dan koleganya menggunakan database besar yang berisi data medis jutaan pasien di Amerika Serikat dengan usia rata-rata 36 tahun.

Risiko sakit jantung dengan azitromisin dievaluasi terhadap amoksisilin, antibiotik lain yang tidak pernah dikaitkan dengan sakit jantung dan tidak berdampak pada interval QT. Para peneliti melihat data dari lebih dari empat juta pasien yang terdaftar dalam rencana asuransi kesehatan swasta yang dirawat di rumah sakit atau mengunjungi bagian gawat darurat untuk penyakit jantung antara 2009 dan 2015.

 

Data pasien yang diteliti adalah yang mulai menggunakan amoksisilin atau azitromisin dalam lima hari setelah kunjungan rumah sakit mereka. Ada sekitar dua juta episode di setiap grup. Peristiwa jantung termasuk aritmia ventrikel, pingsan, palpitasi dan henti jantung, dan kematian.

"Obat-obatan sering memperpanjang interval QT tetapi mungkin tidak selalu mengakibatkan sakit jantung yang sembuh sendiri dari waktu ke waktu. Kami melihat kejadian yang menyebabkan kunjungan gawat darurat atau rawat inap dalam penelitian ini," kata Patel.

Para peneliti menemukan bahwa kemungkinan sakit jantung dengan azitromisin dibandingkan dengan amoksisilin tidak lebih tinggi secara signifikan. Ini sebenarnya cukup rendah atau jarang pada kedua kelompok, dengan sakit jantung yang paling umum adalah pingsan dan palpitasi.

Namun, di antara pasien yang memakai obat perpanjangan QT dan azitromisin bersama-sama, risiko sakit jantung adalah 40 persen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok amoksisilin.

"Karena obat-obat pemanjangan QT dan azitromisin begitu umum diresepkan, risiko sakit jantung akibat kombinasi tersebut, meski masih jarang, adalah serius," kata Patel.

Patel menambahkan, studi yang mengamati penggunaan azitromisin untuk mengobati Covid-19 atau penyakit lain harus sangat hati-hati mempertimbangkan penggunaannya di antara pasien yang juga menggunakan obat untuk memperpanjang QT.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya