REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Direktur Utama PT Angkasa Pura (AP) I (Persero) Faik Fahmi menilai holding aviasi atau penerbangan yang saat ini tengah direncanakan Presiden Joko Widodo dapat memaksimalkan posisi Indonesia. Faik menilai, Indonesia terbilang cukup memiliki potensi yang menguntungkan untuk sektor penerbangan.
“Ini (holding aviasi) bisa memaksimalkan lima potensi Indonesia dan menyelesaikan isu persoalan industri penerbangan di Indonesia,” kata Faik dalam sebuah diskusi virtual, Senin (21/9).
Dia menjelaskan, Indonesia memiliki letak geografis yang strategis karena berada di antara dua Benua Australia dan Pasifik. Posisi tersebut menurut Faik, sangat berpotensi membuat Indonesia menjadi hub untuk penerbangan internasional.
Selain itu, Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. “Saya kira ini memerlukan potensi transportasi udara lebih kuat dan ini berpotensi membuat adanya rute penerbangan yang banyak dan luas,” jelas Faik.
Potensi lainnya yaknim Indonesia memiliki potensi populasi terbanyak di Asia tenggara. Faik mengatakan, kondisi tersebut juga menajdi suatu potensi besar di industri penerbangan untuk mengembangan penumpang dan kargo.
Lalu, kata Faik, Indonesia juga didukung dengan keindahan alam dan wisata dunia. Serta Indonesia juga memiliki hasil kekayaan alam yang juga berpotensi meningkatkan sektor perdagangan dan logistik.
“Ini semua menjadi dasar kuat untuk indutri penerbangan,” ujar Faik.
Untuk itu, Faik mengatakan saat ini AP I bersama pihak terkait lainnya tengah intensif membahas holding aviasi. Terlebih, Faik menuturkan, holding aviasi juga melibatkan ekosistem pariwisata.
“Hadi saya kita ini (holding aviasi) menjadi langkah tepat. Tidak hanya untuk meningkatkan value di anggota holding tapi juga memaksimalkan potensi Indonesia,” jelas Faik.
Faik menambahkan, holding aviasi juga menjadi momentum sebagai pemulihan indutri penerbangan dan pariwisata setelah terdampak Covid-19. Dia menuturkan, semua pihak terkait dapat bersinergi termasuk maskapai, bandara, dan stakeholders lainnya berperan penting dalam menyelesaikan masalah sekaligus mengoptimalkan potensi Indonesia.
Sementara itu, Direktur Utama AP II Muhammad Awaluddin mengatakan kondisi saat ini juga menjadi momentum dan sangat penting untuk tatanan kebandarudaraan Indonesia. Terlebih, kata Awaluddin, jika nantinya Presiden Joko Widodo sudah menentukan bandara yang menjadi hub dan super hub industri pariwisata di Indonesia.
“Momentum ini menata ulang mana yang perlu dipertimbangkan kembali,” kata Awaluddin dalam kesempatan yang sama.
Meskipun begitu, Awaluddin menjelaskan terdapat sejumlah tantangan untuk menentukan seberapa besar potensi bandara dan sektor penerbangan dengan membandingkan keadaan dalam tiga tahun terakhir. Awaluddin mengatakan, dalam tiga tahun terakhir kombinasi penerbangan domestik dan internasional sekitar 280 juta pergerakan namun pada 2020 harus menghadapi tantangan pandemi.
“Perkiraan tahun ini tidak akan menembus di atas 70 juta pergerakan, 62 juta domestik, dan delapan juta internaisonal,” ungkap Awaluddin.
Awaluddin memperkirakan, trafik penerbangan baru akan menambus kondisi sebelum pandemi pada 2023 untuk domestik dan internasional pada 2024. Kondisi saat ini, kata Awaluddin, membuat Bandara Soekarno-Hatta juga akan merubah penataan.
“Tapi ini menarik, tantangan baru kami bikin perkiraan dua hingga tiga tahun mendatang hub dan super hub,” tutur Awaluddin.
Sementara itu, Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizki Handayani Mustafa menuturkan sektor penerbangan ddan pariwisata sangat berkaitan dengan supplu dan demand.
“Membangun supply bagaimana ketersediaan dari penerbangan di Indoeisa dan demand-nya. Kalau kita lihat konektivitas sangat penting sekali,” kata Rizki dalam kesempatan yang sama.
Rizki mengatakan, Indonesia masih jauh dibandungkan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Padahal, kata Rizki, Indonesia memiliki banyak bandara internasional.
“Sebenernya kita masih ada potensi besar untuk dikembangkan. Ini perlu kerja sama erat maskapai, bandara, dan destinasi atau pemangku pariwisata,” ungkap Rizki.
Rizki menjelaskan, wisatawan mancanegara dari China, Asia Pasifik, dan Asia Tenggara memiliki porsi yang sangat kata dalam memberikan kontribusi untuk pariwisata di Indonesia. Bahkan Indoa juga bisa berpotensi meski saat ini belum ada penerbangan langsung menuju Indonesia.
Selain itu, Rizki mengatakan wisatawan Amerika Serikat, Jerman, dan Prancis juag memiliki potensi menentukan Indonesia menajdi destinasi pariwisata. “Jadi ke depan kita punya potensi dekat termasuk Australia walaupun nanti strategi berbeda karena Covid-19. Promosinya akan kita sesuaikan bahwa Indonesia aman, sehat, dan bersih,” ungkap Rizki.
Sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sudah membuat perencanaan untuk membentuk hub dan super hub bandara. Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub Novie Riyanto mengungkapkan sejumlah bandara yang akan menjadi hub dan super hub.
“Rencana kami bahwa Bali (Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai) akan dikembangkan besar sehingga dapat melayani 50 juta penumpang ke depanya,” kata Novie.
Selain di Bali, Novie menyebut bandara internasional di Balikpapan juga rencananya akan menjadi hub. Bandara tersebut nantinya juga akan dikoneksikan dengan bandara internasional di Ibu Kota baru.
Bandara terakhir yaitu yang berada di Sulawesi Utara akan menjadi superhub. “Bandara ini akan bisa mengakomodir ekspor kita baik industri, perikan, dan lainnya sehingga daerah di situ terkoneksi langsung denga China, Korea, dan Jepang dan negara Eropa bagian Timur,” ungkap Novie.
Novie menuturkan, semua hal tersebut merupakan desain besar Kemenhub untuk hub dan super hub bandara. Meskipun begitu, Novie memastikan belum ada penentuan secara resmi.
“Ini masih kita bahas intensif sehingga jaringan rute internasional, nasional, serta pariwisata bisa terkoneksi baik,” ujar Novie.