REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi IV DPR RI menggelar Rapat dengan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia pada Selasa (22/9). Dalam rapat itu, muncul permintaan agar BKPM bisa menarik aplikasi Zoom dan Tiktok berinvestasi di Indonesia.
Ketua Kelompok Fraksi Partai Amanat Nasional (Poksi PAN) Komisi VI DPR RI Abdul Hakim Bafagih menyoroti tingginya tingkat penggunaan aplikasi zoom dan tiktok di Indonesia. Ia mempertanyakan mengapa BKPM tak berupaya serius menggaet perusahaan penyedia aplikasi yang sangat populer selama masa pandemi Covid-19 ini untuk berinvestasi di Indonesia.
"Padahal kalau kita dibandingkan dengan Singapura, baik dari sisi jumlah pengguna maupun jumlah revenue antara Singapura dengan Indonesia, jelas lebih banyak di Indonesia. Kita ini sangat potensial, tapi ternyata kalah siap. Itu merupakan sebuah tamparan secara langsung pada kita semua, khususnya BKPM," ungkap Hakim dalam rapat kerja yang disiarkan secara daring tersebut.
Sebagaimana diketahui, sejumlah perusahaan raksasa teknologi seperti Tencent Holdings, ByteDance, Zoom, dan Twitter berencana berinvestasi di Singapura. Mereka mengikuti jejak Facebook dan Google yang telah membangun pusat data di Singapura dengan nilai masing-masing 1 miliar dolar AS dan 850 miliar dolar AS.
Padahal, pengguna di Indonesia jauh lebih besar daripada Singapura. TikTok dan Facebook misalnya, mencatatkan masing-masing 30,7 juta dan 140 juta pengguna di Indonesia. Sementara di Singapura, total jumlah pengguna dua aplikasi ini jelas tak sampai 10 juta.
Abdul Hakim berharap, pada Tahun Anggaran 2021 mendatang, kinerja itu bisa diperbaiki. Ia melihat ada dua mata anggaran yang cukup besar di Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal dan Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal yang dapat digunakan untuk menjaring potensi-potensi investasi baru.
"Ini kalau ditotal jumlahnya mendekati Rp 300 Miliar. Mudah-mudahan kita bisa efektiflah. Jadi kita bisa grab potensi-potensi yang dimiliki oleh negara kita," ungkap legislator asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VIII itu.
Ia juga mengingatkan agar jangan sampai potensi-potensi yang ada di Indonesia justru dimanfaatkan dan lebih menguntungkan negara-negara lain. "Hal ini harus menjadi catatan tersendiri bagi BKPM," ujar Abdul Hakim menambahkan.