Rabu 23 Sep 2020 17:34 WIB

KKP Dorong Produksi Magot dan Pakan Buatan

KKP menyelenggarakan pelatihan budidaya magot bagi masyarakat Kabupaten Indramayu.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Friska Yolandha
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya menekan biaya produksi budidaya ikan di masyarakat melalui inovasi magot dan pakan buatan.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya menekan biaya produksi budidaya ikan di masyarakat melalui inovasi magot dan pakan buatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berupaya menekan biaya produksi budidaya ikan di masyarakat melalui inovasi magot dan pakan buatan. Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja mengatakan hal ini menjadi langkah dalam mengatasi tingginya harga pakan pabrikan yang masih menjadi salah satu persoalan dalam budidaya perikanan. 

KKP melalui Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BP3) Tegal bekerja sama dengan Komisi IV DPR telah menyelenggarakan pelatihan budidaya magot bagi masyarakat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, pada 21-22 September 2020. Pelatihan diikuti 100 peserta yang mayoritas merupakan pembudidaya ikan lele dan nila setempat.

Pada saat yang bersamaan, BP3 Ambon turut menyelenggarakan pelatihan membuat pakan ikan buatan bagi masyarakat dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Sebanyak 298 peserta mengikuti pelatihan ini secara daring. 

Sjarief menyebut, pakan memiliki kontribusi biaya operasional paling besar pada produksi budidaya ikan yakni sekitar 60 persen sampai 70 persen. Untuk itu, KKP terus berupaya mencari pakan alternatif sehingga masyarakat bisa membuat pakan mandiri dari bahan baku yang tersedia di sekitarnya.

"Dari situ nanti biaya produksi budidaya bisa ditekan," ucap Sjarief dalam siaran pers di Jakarta, Rabu (23/9).

Sjarief menjelaskan magot merupakan larva dari lalat buah atau sayur yang disebut sebagai black soldier fly (BSF). Magot dapat diternakan dengan mudah menggunakan sisa-sisa limbah organik (rumah tangga) seperti buah, sayur, dan sisa-sisa makanan sebagai medianya. 

"Kita bisa kumpulkan sisa-sisa limbah organik, kemudian potong dan uraikan. Lalu, siapkan telur-telur magot di situ dan dia akan tumbuh berkembang. Setiap 2 minggu kita akan panen. Sebagiannya dapat kita besarkan menjadi lalat sehingga akan berbiak terus," ungkap Sjarief.

Ia menambahkan, kandungan protein yang terdapat dalam magot pun cukup tinggi yakni sekitar 40 persen sampai 45 persen. Hal ini menjadikannya ampuh untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan memperbaiki kualitas warna ikan. Selain itu, magot juga dapat mempercepat pertumbuhan ikan dan kematangan gonad. 

Sjarief mengatakan, budidaya magot yang memanfaatkan limbah organik juga berdampak baik bagi lingkungan. Cara ini dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengatasi permasalahan sampah. Tak hanya itu, hasilnya dapat menjadi pendapatan sampingan bagi pembudidaya ikan. 

"Telur magot, pupa, pupuk organik cair, dan kompos yang dihasilkan dari budidaya magot dapat digunakan sendiri ataupun dijual sebagai pendapatan tambahan bagi kita. Jadi, sebetulnya budidaya magot ini bisa memberikan banyak manfaat," ungkap Sjarief. 

Sjarief mengatakan produksi magot sebagai pakan alternatif sejalan dengan amanat Presiden Joko Widodo kepada Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo untuk mengembangkan perikanan budidaya. Sjarief mengatakan, produksi magot menjadi salah satu langkah untuk menciptakan kawasan budidaya terintegrasi di berbagai daerah ke depan. 

"Jadi nanti ada kluster hatchery, produksi magot, pembesaran, dan pengolahan ikan di setiap wilayah sehingga keseluruhan kluster ini akan menjadi kawasan yang mandiri," kata Sjarief menambahkan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement