REPUBLIKA.CO.ID, JENEPONTO -- Pestisida kimia saat ini masih banyak dijadikan sebagai pilihan petani untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) karena mudah diperoleh dan praktis. Namun demikian, jika digunakan secara masif dan tidak bijaksana dapat menyebabkan rusaknya agroekosistem.
Residu pestisida dapat mengendap dalam daun, batang dan akar tanaman sehingga berbahaya bagi tubuh bila dikonsumsi. Pengguna pestisida kimia dapat ditekan apabila petani mulai beralih ke pertanian organik.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) mendorong petani menuju pertanian organik. Selain bermanfaat bagi kesehatan, juga mampu menjaga lingkungan sekitar. "Bertani organik itu kaya manfaat. Semangat pertanian organik perlu dikobarkan dan ditularkan kepada petani lainnya," imbuhnya.
Salah satunya Kelompok Tani Baji Ati yang berlokasi di di Kelurahan Bontotangnga, Kecamatan Tamalatea, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Adapun komoditas yang dibudidayakan yaitu bawang merah, sawi, bayam, kangkung, terong, cabai, dan timun organik.
Ilyas, petani sekaligus Ketua Kelompok Tani Baji Ati menjadi motor penggerak petani lainnya agar mau beralih ke pertanian organik. Mulanya dari 1 ha, kini sudah mencapai lebih dari 20 ha menjadi lahan organik. Dalam bertani, mereka juga selalu mengaplikasikan agens hayati antara lain Beauveria bassiana, Paenibacillus polymyxa, Trichoderma sp., bakteri perakaran/PGPR serta pupuk padat dan cair dari limbah organik.
Berawal dari program Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) cabai pada 2010 silam, kelompok tani ini mulai konsisten menerapkan budidaya hortikultura secara organik. Berkat semangat dan kemauan keras, kelompok ini mendapat bantuan fasilitasi Desa Pertanian Organik (DPO) dari pemerintah, antara lain kultivator, pemotong rumput, mulsa, dan sarana pengendali OPT ramah lingkungan.
Koordinator pelaksana kegiatan hortikultura UPTD BPTPH Provinsi Sulawesi Selatan, Agus Susianto menyatakan bahwa kelompok tani ini merasakan manfaat nyata dari budidaya hortikultura secara organik.“Manfaatnya tanaman tumbuh sehat, tanah makin gembur, dan produktivitas tanaman meningkat," ujar Ilyas.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto menyatakan bahwa pertanian organik merupakan pertanian masa depan. Oleh karena itu gaungnya harus terus digalakkan ke petani maupun masyarakat sebagai upaya menjamin produk hortikultura yang berkualitas dan aman konsumsi.
Pada kesempatan terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf menekankan bahwa agar POPT selalu semangat membina dan mensosialisasikan budidaya organik di sentra hortikultura. "Budidaya organik di Kabupaten Jeneponto patut diapresiasi dan perlu dilakukan penguatan kelembagaan untuk menaungi para petani," ungkap Yanti.
Menurutnya, perlu dikembangkan jejaring dalam wadah koperasi untuk menaungi para petani organik di Kabupaten Jeneponto. Keberlanjutan pertanian organik juga harus didukung dari sisi pemasaran. "Dengan demikian petani perlu dukungan dari pemerintah daerah, swalayan, hotel, restoran, hingga rumah sakit. Selain itu pemasaran produk organik juga perlu dilakukan lewat koperasi secara daring," tegasnya.
Kepala BPTPH Sulawesi Selatan, Uvan Nurwahidah menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini telah dilaksanakan di 13 lokasi."Kami akan terus mendampingi dan memfasilitasi mereka dengan baik oleh BPTPH, Instalasi Pengamatan Peramalan dan Pengendalian OPT (IP3OPT) maupun oleh para POPT di masing-masing lokasi," ujarnya.
Di masa pandemi ini, lanjut Uvan, yang paling dibutuhkan kelompok adalah membantu akses pengembangan pasar dan menjembatani komunikasi bagi 13 kelompok guna ekspansi produk organik ke berbagai wilayah.