REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi membuat sejumlah industri termasuk industri makanan dan minuman memanfaatkan ekosistem digital untuk memasarkan produknya. Cara tersebut dinilai efektif saat ini terutama di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah.
Hanya saja, Ketua Umum Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman menilai, cara ini masih menghadapi tantangan. Di antaranya terkait logistik atau pengantaran barang.
Ia mengatakan, saat ini banyak produk makanan dan minuman yang pengirimannya terbatas hanya ke lokasi terdekat. Sebab biaya logistik cukup mahal.
"Produsen frozen food di luar Jabodetabek mengaku siap dengan orderan produk namun pengiriman ke Jakarta mahal, sehingga jadi tidak siap," tutur Adhi dalam Markplus Industry Roundtable pada Jumat (25/9).
Mengutip perkataan Menteri Keuangan Sri Mulyani, ia menyatakan, biaya logistik di Indonesia paling mahal se-Asean. "Ini PR bersama bagaimana kita atasi ini. Teknologi harus diterapkan mendukung bersatu padu supaya biaya logistik menjadi murah," ujarnya.
Keamanan pangan, lanjut Adhi, juga menjadi kendala dalam logistik. "Ini tantangannya karena negara kita luas, berbeda dengan Singapore yang negaranya kecil sehingga biaya logistiknya kecil," kata dia.
Di China, tambahnya, industri ditunjang sektor logistik. "Ini perlu diperhatikan, jadi tidak hanya soal produsen dan konsumen tapi beetween-nya atau logistik juga penting," tegas Adhi.