REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mengatakan sedang mencari jenazah pejabat Korea Selatan (Korsel) yang dibunuh tentara mereka. Tapi, memperingatkan operasi angkatan laut Korsel di wilayah tersebut akan meningkatkan ketegangan.
Pada Jumat (25/9) lalu, Pemimpin Korut Kim Jong-un menyampaikan permintaan maaf atas pembunuhan pejabat perikanan Korsel di perairan Korut, sesuatu yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Militer Korsel menuduh tentara Korut membunuh laki-laki tersebut, menyiram tubuhnya dengan bensin dan membakarnya di dekat perbatasan laut antara kedua negara Korea.
Pada Ahad (27/9) kantor berita Korut, KCNA melaporkan pihak berwenang Korut sedang mempertimbangkan cara untuk menyerahkan jenazah pejabat perikanan itu ke Korsel bila berhasil ditemukan. Dalam laporannya KCNA mengatakan 'kasus yang buruk ini seharusnya tidak terjadi'.
Namun, mereka memperingatkan angkatan laut Korsel yang beroperasi di lokasi pencarian telah masuk ke perairan Korut. Mereka meminta kapal-kapal militer Korsel itu segera ditarik kembali.
"Kami meminta pihak Korsel untuk segera menahan intrusi menyeberangi garis demarkasi militer di laut barat yang mungkin meningkatkan ketegangan," kata Korut dalam laporan KCNA.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Korsel mengatakan belum dapat segera menjawab tuduhan Korut. KCNA melaporkan Korut mulai menggelar operasi pencarian jenazah itu.
"Kami juga mengambil langkah keamanan yang dibutuhkan untuk memastikan tidak ada lagi insiden yang merusak kepercayaan dan sikap saling menghormati antara Korut dan Korsel," kata KCNA tanpa menjelaskan lebih lanjut.