Selasa 29 Sep 2020 01:16 WIB

Sudan: Normalisasi dengan Israel Masalah Rumit

Sudan menyebut kesepakatan apapun dengan Israel berisiko merusak persatuan politik

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Bendera Sudan
Bendera Sudan

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Perdana Menteri Sudan Abdalla Hamdok mengatakan normalisasi hubungan dengan Israel adalah masalah rumit. Ia menyebut hal itu membutuhkan perdebatan luas di dalam masyarakat.

Hamdok mengungkapkan telah menjalin pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo. Terdapat dua hal yang dibahas, yakni tentang pencabutan sanksi Washington dan normalisasi dengan Israel. Sudan diketahui dicantumkan AS sebagai negara pendukung terorisme.

Baca Juga

Dia menyampaikan kepada Pompeo agar kedua isu itu dibahas secara terpisah dan tidak dicampurkan. Ia menjelaskan bahwa kesepakatan apapun dengan Israel berisiko merusak persatuan politik Sudan yang rapuh. "Ini adalah masalah yang memiliki banyak komplikasi lain. Ini membutuhkan diskusi mendalam di dalam masyarakat kita," ujarnya dikutip laman Al Araby pada Ahad (27/9).

Hamdok memimpin pemerintahan transisi sejak tahun lalu, yakni setelah mantan presiden Omar al-Bashir digulingkan. Pekan lalu, delegasi tingkat tinggi Sudan melakukan kunjungan ke Uni Emirat Arab (UEA). Selain bertemu pejabat-pejabat UEA, mereka pun mengadakan pembicaraan dengan perwakilan AS.

Delegasi Sudan dipimpin kepala dewan kedaulatan transisi Jenderal Abdel-Fattah al-Burhan. Selain membahas tentang pencabutan sanksi AS, dia pun disebut membicarakan tentang potensi normalisasi hubungan dengan Israel.

Menurut situs berita Axios, mengutip keterangan beberapa sumber dari pemerintahan Sudan, dalam pertemuan tersebut, delegasi Sudan meminta bantuan kemanusiaan dengan nilai lebih dari tiga miliar dolar AS. Dana itu bakal dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekonomi dan dampak banjir bandang yang menghancurkan.

Selain itu, Sudan akan meminta komitmen AS dan UEA untuk memberikan bantuan ekonomi kepadanya selama tiga tahun ke depan. Sebagai imbalannya, Sudan bersedia melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Al-Burhan hanya mewakili faksi militer di pemerintahan. Faksi sipil, termasuk Perdana Menteri Abdalla Hamdok masih ragu untuk melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel. Mereka khawatir hal itu akan memicu gelombang protes domestik.

Pada Sabtu pekan lalu, al-Burhan mengatakan ada "kesempatan untuk perubahan. "Kita memiliki kesempatan untuk menghapus Sudan dari daftar negara sponsor terorisme dan mencapai integrasi dalam komunitas global," ujarnya.

Sudan telah digadang-gadang bakal menjadi negara yang melakukan normalisasi diploamtik dengan Israel pasca UEA dan Bahrain. Pada 15 September lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Bahrain Abdullatif bin Rashid Al Zayani, dan Menteri Luar Negeri UEA Sheikh Abdullah bin Zayed telah menandatangani perjanjian damai di Gedung Putih. Presiden AS Donald Trump turut menyaksikan proses penandatanganan bersejarah tersebut. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement