REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra*
Ziarah yang dilakukan para purnawirawan yang dipimpin Panglima TNI periode 2015-2017 Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan (Jaksel) pada Rabu (31/9), berakhir ricuh. Meski aparat TNI-Polri membantah adanya kericuhan, namun yang terjadi jelas ada ketegangan antara aparat dan purnawirawan yang datang bersama Gatot.
Belakangan ini, Gatot memang kerap mengkriti penguasa dengan berbagai kritikan tajamnya. Apalagi, sejak Gatot mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), ia semakin menahbiskan diri sebagai figur oposisi utama terhadap pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Tentu banyak yang terusik dengan sepak terjangnya.
Kembali ke masalah ziarah, kedatangan Gatot ke lokasi pemakaman para pejuang, pahlawan, dan pejabat Indonesia, tersebut tidak berjalan mulus. Mula-mula, ia diadang personel TNI-Polri dengan alasan protokol kesehatan Covid-19.
Karena mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ini datang berombongan, aparat mengingatkan agar yang masuk ke area TMP Kalibata dibatasi maksimal 30 orang. Meski sempat berdebat dengan Komandan Kodim 0504/Jaksel Kolonel (Inf) Ucu Yustiana, Gatot akhirnya dibolehkan berziarah.
Dalam rombongan, tercatat hadir Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) periode 2005-2007 Laksamana (Purn) Slamet Soebijanto, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) periode 2009-2012 Marsekal (Purn) Imam Sufaat, Komandan Korps Marinir (Dankormar) periode 1996-1999 Letjen (Purn) Suharto, Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus periode 2007-2008 Mayjen (Purn) Soenarko, dan beberapa pensiunan jenderal yang tergabung dalam Purnawirawan Pengawal Kedaulatan Negara (P2KN) dan Forum Komunikasi Keluarga Purnawirawan Baret Merah (FKKPBM) lainnya.
Ternyata, kedatangan Gatot ke TMP Kalibata memang seperti dinantikan pihak lawan. Entah dari mana asalnya, kemudian muncul pendemo yang beraksi menolak kedatangan Gatot untuk berziarah. Beruntung, aparat akhirnya menghalau pendemo tersebut yang tidak sampai bentrok dengan relawan KAMI, yang ikut datang ke TMP Kalibata.
Masalah kembali muncul ketika Suharto membacakan deklarasi di area TMP Kalibata di depan para wartawan yang hadir untuk melihat agenda purnawirawan. Ketika sedang membaca poin per poin atas keprihatinan terhadap bangsa ini, Dandim Jaksel Kolonel Ucu Yustiana datang mencoba menghentikan Suharto.
Di belakang kerumunan, terdengar aparat mengaku sebagai Satgas Covid-19 Jaksel yang ingin menegakkan aturan dengan meminta kerumuman bubar. Lantaran Suharto tidak mengindahkan teguran, sepertinya Ucu hilang kesabaran. Dia pun menarik kertas yang ada di tangan Suharto.
Kebetulan momen itu terekam dengan jelas dari video relawan yang hadir. Alhasil, keberanian Ucu melawan bintang tiga Marinir membuatnya jadi perbincangan di media sosial (medsos). Ucu yang berpangkat melati tiga dianggap nekat berhadapan dengan Suharto, yang pada saat Reformasi 1998 memerintahkan Marinir untuk melindungi mahasiswa yang berdemo melawan pemerintah Soeharto.
Dari momen itu, Ucu pun menjadi perbincangan luas di masyarakat. Pasalnya, video ia 'berdebat' dengan Gatot juga terekam dengan jelas dan viral di dunia maya, khususnya Twitter. Hanya saja, sangat jelas sekali Ucu berkali-kali menyampaikan jika ia hanya menjalankan tugas atasan.
Atasan di sini, secara struktur bisa jadi Panglima Kodam (Pangdam) Jaya Mayjen Dudung Abdurrachman, KSAD Jenderal Andika Perkasa, atau Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto. Atau bisa juga atasan di luar struktur organisasi TNI, misalnya dari jajaran pemerintah.
Sampai sini, sudah jelas langkah Ucu mendapat sorotan. Di medsos, akun oposisi jelas mempertanyakan Ucu yang berani 'kurang ajar' terhadap para sesepuh TNI. Sementara akun pembela pemerintah, sangat jelas mengapresiasi Ucu yang berani menjalankan tugas dengan baik tidak pandang bulu. Hanya saja, penulis tidak bisa membayangkan bagaimana sikap Ucu sekarang menyikapi namanya yang terus menjadi perbincangan di masyarakat dan disorot media.
Ketika penulis mendatangi TMP Kalibata pada Jumat (2/9) sekitar pukul 08.00 WIB, untuk mengikuti agenda ziarah Panglima TNI dan tiga kepala staf, ternyata upacara sudah dimulai. Penulis yang baru sampai di gerbang depan, tiba-tiba dipanggil oleh perwira TNI AD yang didampingi kepolisian yang curiga dengan kedatangan seseorang yang ingin menuju lokasi upacara.
Ketika melihat nama yang tertulis di pakaian dinas lapangan (PDL), penulis langsung mengetahui kalau orang yang memanggil adalah Ucu, yang dua hari sebelumnya membuat kontroversi. Penulis pun diminta duduk sambil menunggu upacara selesai agar tidak mengganggu kekhusyukan.
Di sini, penulis duduk dengan Ucu dan Kapolres Metro Jaksel Kombes Budi Sartono, yang juga kepada media menepis adanya kericuhan di TMP Kalibata. Tidak berselang lama, datang dua perwira yang satu mengenakan PDL dan satunya pakaian sipil berbincang-bincang dengan Ucu dan Budi.
Seperti mendapat blessing in disguise, secara otomatis penulis mendengarkan langsung pembicaraan keempat perwira menengah itu. Tidak disangka, mereka sedang membahas video viral soal Ucu yang melarang Gatot masuk TMP Kalibata, dan menghentikan deklarasi yang dibacakan Suharto.
"Tenang saja, nanti sepekan lagi juga reda kontroversinya," kata seorang perwira yang mengenakan pakaian sipil kepada Ucu. "Saya juga ditelpon Kapolda (Metro Jaya Irjen Nana Sujana), kamu di mana? Saya di samping komandan," kata Budi menceritakan kala ia ditelepon atasannya terkait ramai video TNI-Polri yang berusaha membubarkan kerumuman purnawirawan.
Di sini, Ucu lebih banyak diam. Dia mendengarkan saja berbagai celutukan dan pernyataan kedua rekannya. Pun dengan Budi, hanya sesekali menimpali masalah yang menyedot perhatian publik tersebut. Ada beberapa cerita lain yang penulis dengar, namun tidak perlu dituliskan di sini.
Ketika mendapati upacara bubar, penulis langsung lari menuju lokasi pemakaman. Setelah acara tabur bunga ke nisan Presiden BJ Habibie dan para Panglima TNI yang dikebumikan di TMP Kalibata, para pejabat yang hadir tidak memberikan satu pernyataan apa pun.
Marsekal Hadi sepertinya berusaha menghindari wartawan. Karena para ajudan dan pengawal langsung menjaganya hingga naik mobil. Penulis sempat memanggil KSAD Andika, namun ia tidak merasa enak untuk diwawancara, karena hadir di acara Panglima TNI. Andika sejurus kemudian juga naik mobil.
Alhasil, penulis gagal mendapatkan komentar dari Panglima TNI dan KSAD terkait kasus Gatot yang dihalang-halangi ketika ingin berziarah ke TMP Kalibata. Padahal, penulis menyempatkan diri datang atas undangan Pusat Penerangan (Puspen) TNI juga untuk mendapat konfirmasi tentang pengangkatan eks Tim Mawar menjadi pejabat eselon I di Kementerian Pertahanan (Kemenhan).
Motivasi terbesar yang mendorong penulis sebenarnya juga, karena selama ini belum pernah masuk ke TMP Kalibata. Padahal, sudah tak terhitung lagi berapa kali melewati jalanan di depan TMP Kalibata. Meski begitu, penulis cukup lega lantaran hasil duduk-duduk di gerbang TMP Kalibata mendengarkan langsung curhatan perwira menengah terkait kasus pengadangan Gatot dan para purnawirawan di TMP Kalibata.
*) Penulis adalah jurnalis Republika