REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pupuk Indonesia (Persero) mendorong pengembangan produk organik. Perusahaan optimistis pasar pupuk organik masih terbuka meski ada sejumlah tantangan.
Kepala Komunikasi Korporat Pupuk Indonesia Wijaya Laksana mengatakan, pengembangan produk bernilai tambah bagi petani dapat meningkatkan minat penggunaan pupuk organik. Pupuk Indonesia memiliki dua produk pupuk organik yakni Petroganik (pupuk organik bersubsidi) dan Phonska Oca (Pertoganik cair).
Wijaya memastikan semua pupuk organik diproduksi dengan standar dan dengan pengawasan yang ketat. "Pupuk organik tersebut juga dilakukan uji mutu pihak ketiga, termasuk salah satunya Balai Penelitian Tanah dan baru dilepas kepasaran setelah lolos uji mutu," ujar Wijaya saat dihubungi Republika di Jakarta, Selasa (6/10).
Wijaya menjelaskan, salah satu fungsi pupuk organik untuk memperbaiki struktur dan tata udara tanah sehingga penyerapan unsur hara oleh akar tanaman menjadi baik. Pengaruh penggunaan pupuk organik terhadap tanaman memang tidak langsung terlihat dibandingkan penggunaan pupuk non-organik. Hal ini yang membuat sebagian petani lebih memilih menggunakan pupuk non-organik.
"Untuk itu, Pupuk Indonesia beserta anak perusahaan selalu melakukan sosialisasi penggunaan pupuk berimbang salah satunya penggunaan pupuk organik," ucap Wijaya.
Wijaya mengatakan, sementara ini pangsa pasar pupuk organik masih pasar domestik, khususnya pertanian intensif sehingga kondisi tanah tetap dalam kondisi optimal.
Prospek pupuk organik masih terbuka lebar, terutama dengan memperhatikan produksi pertanian yang berkelanjutan. Selain itu, lahan pertanian di Indonesia cukup luas dengan penggunaan pupuk organik yang masih relatif rendah sehingga pangsa pasar masih sangat terbuka.
Kendati begitu, lanjut Wijaya, upaya pengembangan pupuk organik memiliki sejumlah tantangan. Dari sisi produksi, kata Wijaya, tantangan terletak pada ketersediaan bahan baku seperti kotoran hewan (sapi), khususnya di wilayah yang sedikit terdapat peternakan.
Dari aspek penjualan, ucap Wijaya, minat petani relatif masih rendah. Sebab dampak penggunaan pupuk organik terhadap tanaman memerlukan waktu yang relatif lebih lama dibandingkan pupuk non-organik sehingga petani lebih memilih menggunakan pupuk non-organik.
Tantangan lain tak lepas dari situasi pandemi yang saat ini terjadi. Kata Wijaya, pada awal pandemi Covid-19, beberapa daerah memberlakukan PSBB maupun pembatasan aktivitas perkantoran sehingga lembaga uji mutu terkendala dalam pengambilan sampel di mitra organik.
"Namun demikian, kondisi saat ini sudah membaik sehingga penyediaan pupuk organik kembali normal," kata Wijaya menambahkan.