REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) DKI menyebutkan, insentif bagi tenaga kesehatan dan penunjangnya dituliskan dalam Raperda Penanggulangan Covid-19 menjadi wewenang, bukan berarti pemerintah tidak serius.
Kepala Biro Hukum Setda DKI Jakarta, Yayan Yuhana mengatakan, jika mengacu pada struktur regulasinya, eksekutif memandang pemberian insentif ada pada wewenang bukan pada tanggung jawab. Tetapi, hal itu bukan berarti pemerintah tidak serius membayarkan uang insentif bagi tenaga kesehatan dan tenaga penunjang.
"Kami memasukan ini ke dalam wewenang, bukan berarti tidak bisa atau mau-mau dan nggak-nggak. Tapi dengan rencana kemarin ini memang ada sesuatu yang menjadi dasar bagi kami untuk memberikan insentif ini," kata Yayan di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (6/10).
Menurut dia, ketika poin tersebut dimasukan ke dalam kewajiban, ada keterbatasan dalam hal penganggaran karena terbentur dengan regulasi yang dibuat pemerintah pusat. Terlebih dana insentif itu diberikan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan.
"Ketika kita mencantumkan bahwa memberikan insentif itu menjadi suatu kewajiban, sesungguhnya itu sesuatu hal yang mau tidak mau kita laksanakan. Jadi kami sinergikan (dengan regulasi pemerintah pusat) dan kami masukan ini ke dalam wewenang," ujar Yayan..
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI dan Pemprov DKI kembali membahas Raperda Penanggulangan Covid-19 pada Selasa. Dalam rapat itu, sejumlah anggota Bapemperda meminta eksekutif untuk mengubah sejumlah poin wewenang dan tanggung jawab dalam pasal 4 dan 5 dalam raperda tersebut.
Salah satunya adalah wewenang memberikan insentif kepada petugas kesehatan dan tenaga penunjang. Anggota Bapemperda DPRD DKI, Wibi Andrino meminta pemberian insentif bukan dimasukan ke dalam bagian wewenang, tapi dimasukan ke dalam tanggung jawab.
"Ini pemberian insentif dimasukan ke dalam tanggung jawab bukan wewenang. Kalau wewenang, itu nanti pemerintah bisa memiliki hak untuk tidak membayar, sementara peran mereka sangat penting," kata Wibi dalam rapat tersebut.
Dalam rapat itu, Wibi juga meminta agar keterangan pemberian insentif sesuai kemampuan finansial pemerintah daerah hendaknya dihapus. Dia memandang dana insentif itu tidak hanya bersumber dari APBD saja, tapi bisa diperoleh dari bantuan pemerintah pusat.
"Terkait sesuai dengan kemampuan keuangan daerah itu, tidak perlu dimasukan karena nanti dari perda ini kita atau Pemprov DKI Jakarta bisa minta bantuan lebih kepada pemerintah pusat. Kalau tertulis sesuai dengan kemampuan daerah, itu malah nanti terkunci hanya menggunakan APBD kita saja," ujar Wibi.
Ketua Bapemperda DPRD DKI, Pantas Nainggolan yang memimpin rapat itu memutuskan untuk memasukan pemberian insentif kepada tenaga kesehatan dan tenaga penunjangnya sebagai tanggung jawab pemerintah.
Dia menyebutkan, wewenang lebih kepada hak eksekutif dalam mengambil kebijakan. Sedangkan DKI harus mengambil peran agar tenaga kesehatan dan penunjang kesehatan dapat menerima insentif.