REPUBLIKA.CO.ID, oleh Christianingsih*
Franklin D. Roosevelt didiagnosis menderita tekanan darah tinggi, penyakit jantung hipertensi, gagal jantung, dan bronkitis akut pada 1944. Namun karena saat itu AS hendak menghadapi pemilu, staf Gedung Putih mengeluarkan pernyataan yang mengklaim kondisi kesehatan sang presiden tak mengkhawatirkan.
Para sejarawan sekarang percaya bahwa dokternya menyembunyikan semua fakta dari pasien dan publik. Roosevelt akhirnya memenangkan pemilu. Namun hanya beberapa bulan kemudian, tepatnya pada 12 April 1945, Presiden AS pada masa Perang Dunia II ini meninggal karena strok.
76 tahun kemudian, kondisi hampir serupa terjadi. Sekitar sebulan jelang pemilihan presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump didiagnosis positif Covid-19. Kabar Trump terpapar virus corona segera menjadi headline di seluruh penjuru dunia.
Trump, yang menjadi pesaing Joe Biden dari Partai Demokrat pada pilpres 3 November mendatang, dibawa ke rumah sakit Walter Reed Medical Center pada Jumat (2/10). Namun secepat kilat ia segera keluar dari rumah sakit pada Senin (5/10) dan kembali ke Gedung Putih.
Kendati demikian para dokter yang merawatnya menolak membeberkan kapan hasil tes Trump menunjukkan hasil negatif Covid-19. Mereka juga menolak membahas dampak apa pun penyakit di paru-paru presiden.
Dokter-dokter presiden Amerika Serikat (AS) mengandalkan undang-undang privasi kesehatan pasien untuk menghindari pertanyaan mengenai kondisi kesehatan Donald Trump. Health Insurance Portability and Accountability Act (HIPAA) melarang data medis seseorang disebarluaskan tanpa persetujuan orang yang bersangkutan.
Saat ini memang menjadi titik kritis bagi kedua kandidat capres untuk meyakinkan hati rakyat AS. Debat terbuka sudah dimulai dan Trump tentu tak mau kehilangan momen gara-gara sakit yang ia derita. Manuvernya selama ini bisa jadi sia-sia jika ia malah terkapar di atas tempat tidur melawan Covid-19.
Trump perlu menunjukkan pada publik bahwa ia, yang masuk pada kelompok rentan karena merupakan manula dan obesitas, mampu menang melawan virus corona. Apalagi pria 74 tahun ini sudah mengaku blak-blakan meremehkan pandemi dan sering terlihat mengabaikan protokol kesehatan. Trump pantang terlihat lemah walau dalam video yang beredar dia nampak letih dan ngos-ngosan saat keluar dari rumah sakit.
Masih segar di pemberitaan bagaimana Trump berupaya mewujudkan normalisasi negara-negara Arab hingga menekan otoritas kesehatan agar vaksin Covid-19 bisa didistribusikan sebelum akhir tahun. Tak bisa dipungkiri Trump tengah mendongkrak elektabilitasnya dengan membuat sejarah yang menurutnya bisa menjadi tinta emas. Jangan sampai usaha itu sia-sia.
Akan tetapi satu bulan sebelum pemungutan suara, Biden rupanya masih unggul dari Trump. Setidaknya inilah yang ditunjukkan Jajak pendapat Reuters/Ipsos yang dirilis pada Senin (5/10). Jajak pendapat Reuters/Ipsos digelar di enam negara bagian yakni Wisconsin, Pennsylvania, Michigan, North Carolina, Florida, dan Arizona.
Negara bagian-negara bagian itu punya peranan penting untuk memutuskan apakah Trump akan melanjutkan jabatan hingga periode kedua atau mendepaknya dan mendudukan Biden di Gedung Putih. Akankah Trump mengikuti jejak Roosevelt dan kembali menjadi orang nomor satu di AS? Semua kemungkinan masih bisa terjadi. Partai Republik kini menaruh harapan besar di pundak Mike Pence yang mengemban tugas-tugas kampanye.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id