Oleh: Buya Anwar Abbas*)
Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tugas negara adalah melindungi, mencerdaskan, dan menyejahterakan rakyat. Di dalam usaha melaksanakan perintah konstitusi tersebut, pemerintah tidak boleh hanya memikirkan kepentingan kelompok tertentu sehingga mengabaikan yang lainnya.
Yang semestinya dilakukan adalah menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat. Jadi, yang dikejar oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya bukan hanya pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan.
Ini penting dilakukan agar tercipta stabilitas yang kita inginkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, hal itu pula yang kurang tersorot dalam kasus Proyek Strategis Nasional (PSN) terutama yang terkait dengan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Sebab, dalam kasus ini pemerintah tampak lebih melindungi dan mengedepankan kepentingan pengusaha ketimbang rakyat banyak. Misalnya, dalam masalah ganti rugi yang tidak pantas. Begitu pula dalam persoalan tempat tinggal baru bagi puluhan ribu orang yang tergusur. Pun dalam mengatasi problem komunikasi, yang lebih dikedepankan justru power daripada dialog.
Maka timbul pertanyaan, apakah cara-cara penanganan masalah seperti ini sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945? Rasa-rasanya, itu sangat jauh panggang dari api. Sebab, cara-cara yang ditempuh oleh pemerintah dan pengusaha selama ini kurang memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam Pancasila.
Padahal, kita mengetahui, Pancasila selama ini membuat kita sebagai bangsa yang masih bisa bersatu. Menyadari pentingnya menjunjung tinggi Pancasila, Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan perlunya penerapan sistem ekonomi Pancasila, bukan sistem ekonomi liberalisme-kapitalisme yang akhir-akhir ini sangat mengemuka.
Hal itu tampak jelas dalam buku Prabowo Subianto yang berjudul Stategi Transformasi Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045. Dalam karyanya itu, Kepala Negara tampak benar-benar bertekad menegakkan sistem ekonomi yang telah diamanatkan oleh konstitusi, yaitu sistem ekonomi Pancasila.
Adapun prinsip-prinsip sistem ini, menurut Prabowo, adalah yaitu ekonomi yang religius dan mendukung terwujudnya persatuan nasional, menjunjung tinggi kemanusiaan, berpihak pada kepentingan nasional, bersifat egaliter dan kerakyatan, serta berkeadilan sosial.
Bila kemudian kita melihat, kasus PIK 2 jelas-jelas tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Pancasila--seperti yang disampaikan Prabowo melalui bukunya itu.
Pertanyaannya, apakah kita akan membela falsafah bangsa kita ataukah justru membekingi kepentingan pengusaha? Inilah sebuah ujian bagi pemerintahan Presiden Prabowo.
Mudah-mudahan Prabowo akan bisa mencari solusi yang baik dan terbaik bagi semua sehingga bangsa ini bisa maju, kuat, dan berkeadilan ke depannya. Semoga.
*) Dr H Anwar Abbas MM MAg atau yang akrab disapa Buya Anwar Abbas adalah Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Ahli ekonomi Islam kelahiran Guguak, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat, ini juga merupakan Ketua Bidang UMKM, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah.