REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Sisatawan di Singapura dapat memanfaatkan kesempatan untuk makan siang di pesawat Airbus A380 yang parkir di bandara utama kota tersebut. Meskipun dihargai hingga 496 dolar AS (Rp 7,3 juta), penjualan kursi untuk dua hari pertama terjual habis dalam waktu setengah jam.
Maskapai ini telah menambahkan dua tanggal lagi untuk restorannya. Peminat sudah masuk ke daftar tunggu untuk makan siang dan makan malam.
Dilansir BBC, Selasa (13/10), Singapore Airlines termasuk salah satu dari banyak maskapai yang mencari model bisnis baru untuk menutupi pendapatan yang hilang akibat. Maskapai saat ini berencana menggunakan dua pesawat Airbus A380 untuk setiap sesi tiga jam.
Tiap sesi akan diisi setengah kapasitas pesawat demi mematuhi peraturan jarak sosial. Pengunjung akan diizinkan untuk memilih kelas kabin (dengan kursi ekonomi mulai dari sekitar 39 dolar AS atau Rp 574 ribu) dan menonton film saat mereka makan, tetapi pesawat tidak lepas landas.
Maskapai ini juga menawarkan pengiriman makanan ke rumah, yang juga mencakup peralatan makan dan merchandise maskapai. Singapore Airlines sempat mempertimbangkan untuk menawarkan program flights to nowhere atau program terbang dari bandara Changi untuk berputar-putar di langit lalu kembali lagi ke Changi.
Akan tetapi, rencana itu kemudian dibatalkan. Maskapai lain, termasuk Eva (Taiwan) dan Qantas (Australia), sudah menjalankan penerbangan tamasya yang mendarat di bandara yang sama tempat mereka lepas landas.
Singapore Airlines terpukul parah oleh pandemi Covid-19. Bulan lalu maskapai mengumumkan akan memberhentikan 4.300 staf atau sekitar 20 persen dari tenaga kerjanya.
Saat beberapa maskapai penerbangan berharap dapat kembali bergeliat dengan penerbangan domestik seiring dicabutnya pembatasan, maskapai penerbangan yang berbasis di Singapura tidak punya kemewahan tersebut. Faktanya, banyak dari pesawat maskapai ini disimpan di Alice Springs di Australia sembari menunggu bisnis pulih.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) telah memperingatkan bahwa ratusan ribu pekerjaan penerbangan dapat berisiko akibat pandemi Covid-19. Asosiasi, yang mewakili 290 maskapai, mengatakan mereka memperkirakan lalu lintas tahun ini menjadi 66 persen di bawah level penerbangan pada 2019.