REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih melangkah maju dalam proses penjualan senjata canggih ke Taiwan. Lima orang sumber mengatakan dalam beberapa hari terakhir Washington mengirimkan notifikasi kesempatan untuk meminta persetujuan.
Informasi yang muncul menjelang pemungutan suara pemilihan presiden AS pada 3 November ini pertama kali dilaporkan oleh kantor berita Reuters. Kemungkinan besar langkah itu akan membuat China yang menganggap Taiwan bagian dari wilayah mereka marah.
Pada bulan September lalu, Reuters melaporkan saat tekanan pemerintah Presiden AS Donald Trump terhadap China semakin kuat, tujuh sistem senjata besar sudah masuk proses ekspor AS. Pada Selasa (13/10), para sumber mengatakan Pemimpin Komite Hubungan Luar Negeri Senat dan Komite Urusan Luar Negeri House of Representative menerima notifikasi Departemen Luar Negeri bagian penjualan senjata ke luar negeri sudah menyetujui rencana penjualan tiga senjata. Para sumber tersebut menolak namanya disebutkan.
Notifikasi informal itu menyebutkan tiga senjata itu antara lain; truk peluncur roket produksi Lockheed Martin yang dinamakan High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS), rudal udara ke darat produksi Boeing yang dinamakan SLAM-ER dan pod sensor untuk pesawat jet F-16. Teknologi yang membuat pesawat itu dapat mengirimkan foto atau data ke pangkalan udara secara langsung.
Notifikasi penjualan sistem senjata lainnya seperti drone canggih yang besar, rudal darat anti-kapal Harpoon dan ranjau dalam laut untuk mencegah serangan pasukan amphibi lawan belum sampai di Capitol Hill. Tapi sumber mengatakan notifikasi mengenai penjualan senjata-senjata itu akan segera tiba.
"Sesuai dengan kebijakan, Amerika Serikat tidak akan mengkonfirmasi atau mengomentari pengajuan penjualan atau transfer senjata sampai notifikasi ke Kongres diresmikan," kata juru bicara Departemen Pertahanan AS.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhou Lijian mengatakan penjualan senjata AS ke Tiawan merusak keamanan dan kedaulatan China. Ia mendesak Washington untuk mengakui dengan jelas kerusakan yang disebabkan penjualan itu dan segera membatalkannya.
"China akan membuat respons sah dan yang diperlukan berdasarkan perkembangan situasinya," kata Zhou tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Komite bidang Luar Negeri Senat dan Komite Luar Negeri House of Representative AS memiliki hak untuk meninjau dan memblokir penjualan senjata ketika masih dalam proses peninjauan informal sebelum Departemen Luar Negeri mengirimkan notifikasi resmi ke cabang legislatif. Anggota Parlemen AS yang cukup khawatir dengan sikap agresif China dan mendukung Taiwan diprediksi tidak akan menghalangi penjualan senjata itu.
Perwakilan Taiwan di Washington mengatakan tidak memiliki komentar mengenai hal itu. Sementara Kementerian Pertahanan Taiwan menolak untuk berkomentar.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan Joanne Ou mengatakan pemerintah Taiwan belum mendapat pemberitahuan resmi mengenai pembelian senjata baru. "China terus menggunakan provokasi militer untuk merusak lintas serat dan stabilitas di kawasan, hal ini memperlihatkan pentingnya Taiwan memperkuat kemampuan pertahanan diri," katanya.