REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagi-pagi sekali, sekitar tiga puluh menit sebelum masuk waktu Sholat Subuh, anak-anak pedalaman Kampung Qur’an Melempo di Desa Obel-Obel, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, bergegas berjalan menuju masjid. Tepat sebelum mempersiapkan diri menyambut azan Subuh dikumandangkan, mereka menyibukkan diri dengan membaca serta menghafal Alqur’an.
Rata-rata usia mereka adalah usia yang terbilang belia; mulai dari lima sampai sepuluh tahun. Kegiatan mereka sehari-hari selain dari belajar di sekolah adalah mengaji dan menghafalkan Alqur’an. Latar belakang orang tua mereka beragam, dari petani, peternak hingga nelayan. Tapi, dari background keluarga yang notabene bukan merupakan agamawan ini, tidak mereka jadikan alasan untuk tidak menjadi penghafal Alqur’an.
Kampung Qur’an Melempo sendiri didirikan oleh Laznas PPPA Daarul Qur’an tepat pasca bencana gempa bumi pada 2018 silam. Anak-anak Kampung Qur’an Melempo memiliki semangat yang sangat tinggi untuk belajar dan menghafal Alquran. Di pesisir pantai timur pulau Lombok yang berjarak kurang lebih 100 Km dari pusat kota Mataram ini, mereka mengabdikan dirinya untuk Al-Qur’an.
Berbeda dari kebanyakan anak-anak di usianya yang mayoritas disibukkan dengan smartphone, video game, dan lain sebagainya, anak-anak di Kampung Qur’an Melempo malah tidak mengenal istilah terkait game online, media sosial dan lain sebagainya. Mereka lebih asyik bermain dengan permainan-permainan tradisional serta menyibukkan diri dengan melantunkan ayat-ayat suci Alqur’an.
Tidak ada sedikitpun tampak kekecewaan pada raut wajah mereka karena tidak mengenal dunia maya, justeru keceriaan yang mereka tampilkan seolah menunjukkan bahwa mereka adalah anak paling bahagia di seluruh dunia.
Kegiatan mereka setelah Shalat Subuh adalah menyetorkan hafalan Alqur’an hingga masuk waktu Dhuha. Kemudian bersih-bersih dan berangkat sekolah seperti kebanyakan anak-anak di usianya. Lalu di sore harinya, mereka kembali ke beruga-beruga untuk menghafalkan Alqur’an sebelum mereka setorkan kepada ustaz di masjid setelah Shalat Maghrib.
Walau beberapa kali kampung mereka dilanda bencana, seperti gempa bumi pada tahun 2018 dan banjir bandang beberapa bulan lalu, tidak sedikitpun menyurutkan semangat mereka untuk menimba ilmu dan menjadi golongan para pecinta Alqur’an. Malam-malam mereka sibukkan dengan belajar, mengulang hafalan dan pelajaran di sekolah hingga terlelap dan bangun untuk merintis hari yang baru dengan semangat yang baru pula.