REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Rabu (14/10), memperpanjang kenaikan tajam untuk hari kedua beruntun. Kenaikan terjadi ketika OPEC dan sekutunya mematuhi pakta pemotongan pasokan untuk September, sekalipun muncul kekhawatiran pemulihan permintaan bahan bakar akan terhenti oleh meningkatnya kasus virus corona global.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember, ditutup naik 87 sen atau 2,05 persen menjadi 43,32 dolar AS per barel. Kontrak berjangka minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November, bertambah 84 sen atau 2,09 persen, menjadi menetap pada 41,04 dolar AS per barel.
Minyak mentah di pagi hari didorong pasar saham yang bullish. Bahkan ketika ekuitas kembali merosot karena kekhawatiran pandemi, minyak tetap lebih tinggi, didukung oleh ekspektasi bahwa OPEC dapat menahan kelebihan pasokan.
Indeks-indeks utama Wall Street dibuka lebih tinggi pada Rabu (14/10), didukung oleh saham-saham teknologi kelas berat. Dolar AS diperdagangkan lebih rendah, yang dapat meningkatkan harga minyak karena investor beralih ke aset-aset berisiko.
"Antara dolar, EIA dan peringatan dari IEA yang dapat mempengaruhi kebijakan OPEC di masa depan, nadanya berubah menjadi bullish di sini," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho di New York.
Data dari Badan Informasi Energi AS (EIA) diperkirakan menunjukkan stok minyak mentah negara itu bergerak lebih rendah dalam seminggu terakhir, menurut analis yang disurvei oleh Reuters.
American Petroleum Institute (API) mengatakan persediaan minyak mentah AS turun lebih besar dari yang diperkirakan pada pekan terakhir, menurut sebuah laporan yang dirilis setelah pasar tutup pada Rabu (14/10). Analis memperkirakan data Badan Informasi Energi AS untuk mengonfirmasi penarikan itu pada Kamis, sebuah jajak pendapat Reuters menunjukkan.
OPEC+ memiliki kepatuhan 100 persen dengan pakta untuk memotong pasokan minyak pada September terlihat di 102 persen, dua sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters.
Kepatuhan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dengan pengurangan produksi minyak pada September adalah 105 persen, sementara kepatuhan non-OPEC adalah 97 persen, kata salah satu sumber.
"Ada risiko pemulihan permintaan terhambat oleh peningkatan kasus Covid-19 baru-baru ini di banyak negara," kata Badan Energi Internasional (IEA) pada Rabu (14/10).
OPEC memangkas perkiraan permintaan minyaknya pada Selasa (13/10), dengan alasan dislokasi ekonomi yang disebabkan oleh virus tersebut.