REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semenanjung Antartika Barat adalah salah satu tempat dengan kondisi pemanasan tercepat di Bumi. Wilayah ini juga menjadi rumah bagi bermacam satwa langka.
Di sana adalah habitat paus bungkuk dan minke yang terancam punah, serta koloni dagu, koloni Adélie, penguin gentoo, anjing laut macan tutul. Ada pula paus pembunuh, dan burung laut seperti skuas dan petrel raksasa, hingga krill atau batuan dasar rantai makanan benua selatan planet ini.
Dengan es laut yang menutupi wilayah yang semakin kecil dan mencair lebih cepat karena perubahan iklim, banyak habitat spesies telah menurun. Keseimbangan ekosistem yang rapuh meninggalkan spesies dalam bahaya kepunahan.
Dilansir Phys, ancaman kumulatif dari berbagai aktivitas manusia termasuk penangkapan ikan komersial, aktivitas penelitian, dan pariwisata yang dikombinasikan dengan perubahan iklim memperburuk ketidakseimbangan ini.
Carolyn Hogg, dari School of Life and Environmental Sciences Universitas Sydney di sana terdapat keindahan sekaligus kerapuhan kawasan. Dampak negatif perubahan iklim dan kativitas manusia secara langsung terhadap spesies asli Antarctika juga terlihat dengan jelas.
Hogg bersama rekan-rekannya dalam ekspedisi menguraikan ancaman ini. Dia juga menawarkan cara untuk melawannya. Hogg berbagung bersama lebih dari 280 perempuan alam prakarsa Homeward Bound. Ini adalah inisiatif global yang bertujuan untuk meningkatkan suara wanita dalam sains, teknologi, matematika teknik, dan kedokteran dalam memimpin hasil yang positif bagi Bumi.
Hogg mengatakan solusi terpenting adalah ratifikasi Kawasan Konservasi Laut di sekitar Semenanjung, yang akan dibahas pada 19 Oktober. Antartika menurutnya telah dipengaruhi oleh sejumlah ancaman, masing-masing berpotensi menimbulkan masalah, tetapi jika digabungkan bersama, ancaman itu akan menjadi bencana besar.
Perairan Peninsula adalah rumah bagi 70 persen krill Antartika. Selain perubahan iklim, populasi krill ini terancam oleh penangkapan ikan komersial. Tahun lalu adalah waktu yang menandai penangkapan krill terbesar ketiga dalam catatan sejarah.
Hampir 400.000 ton hewan ini dipanen, untuk digunakan sebagai suplemen makanan omega-3 dan tepung ikan. Bahkan, tangkapan krill yang relatif kecil bisa berbahaya jika terjadi di wilayah tertentu, pada waktu yang sensitif bagi spesies yang hidup di sana.
"Misalnya, menangkap ikan saat penguin sedang berkembang biak menurunkan asupan makanan mereka, dan memengaruhi keberhasilan pembiakan mereka selanjutnya. Kawasan Konservasi Laut akan melestarikan dan melindungi ekosistem unik ini dan satwa liarnya, dan kita perlu menerapkannya sekarang,” jelas Cassandra Brooks yang menjadi rekan penulis dari University of Colorado, Boulder.
Perubahan iklim secara fundamental menguaba kondisi Semenanjung Antartika Barat. Pada Februari lalu, suhu di wilayah itu sempat mencapai 20,75 derajat celcius.
Suhu harian rata-rata pada bulan itu dua derajat lebih tinggi daripada rata-rata selama 70 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan hampir 90 persen gletser di kawasan itu menyusut dengan cepat pada musim semi 2016, permukaan es laut mencapai titik terendah sejak pencatatan dimulai.
Jika emisi karbon terus meningkat, dalam 50 tahun luas lautan es akan hampir setengahnya, dan volume lapisan es akan berkurang seperempat. Saat es laut surut, populasi larva dan krill remaja, yang menggunakan es untuk berlindung dan untuk memberi makan ganggang yang ditariknya menurun.
Iklim yang lebih hangat dan lapisan es laut yang lebih sedikit juga akan memberikan peluang bagi spesies invasif, yang dapat memasuki wilayah tersebut melalui kapal internasional, termasuk yang membawa wisatawan. Peninsula telah menjadi area yang paling banyak dikunjungi di Antartika, karena kedekatannya dengan Amerika Selatan, keindahan yang dramatis, dan ekosistem laut yang kaya.