REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- DPR Aceh mewacanakan membuat aturan menghukum berat pelaku kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan dan anak. Hukuman bagi pelaku kekerasan tersebut tidak lagi hanya sebatas hukuman cambuk.
Wacana itu muncul dalam rapat lintas Komisi DPR Aceh bersama unsur sektoral lainnya terkait aturan dan penegakan hukum pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Insya Allah kami akan bentuk tim kecil dari berbagai unsur untuk mencari solusi bagaimana dalam waktu singkat pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak mendapatkan hukuman seberat-beratnya," kata Ketua Komisi I DPRA Muhammad Yunus, Senin (19/10).
Yunus mengatakan pembahasan hukuman tersebut dibahas kembali mengingat maraknya peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh. Sejauh ini, pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak selama ini lebih banyak dijerat dengan hukum cambuk sesuai qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang jinayah. Meski aturan daerah itu sudah lengkap, tetapi masih ada ketentuan lain yang harus diatur melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh.
"Sebenarnya dalam qanun jinayah sudah sangat lengkap, hanya saja belum diiringi dengan Peraturan Gubernur (Pergub), karena untuk menjalankan qanun jinayah ini harus ada Pergub," ujarnya.
Maka dari itu, Yunus meminta kepada eksekutif segera mengeluarkan Pergub, sehingga pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak itu bisa dihukum berat mulai dari cambuk, penjara hingga membayar denda. "Sebenarnya dalam qanun jinayah penjaranya lebih lama dari pada UU perlindungan anak. Namun belum diiringi Pergub, makanya sekarang ini banyak pelaku dihukum cambuk," katanya.
Selain itu, tim yang segera dibentuk ini juga bakal mengadvokasi bagaimana korban dari kekerasan maupun pelecehan seksual mendapatkan pemulihan trauma. "Karena saat ini yang ada hanya bantuan dari Dinas Sosial Aceh, dan itu juga sangat terbatas. Makanya perlu pemulihan psikologi korban," ujar politikus Partai Aceh itu.