REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PLN (Persero) menargetkan melakukan uji coba co-firing biomassa pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) miliknya di 30 lokasi hingga akhir tahun ini. Direktur Energi Primer PLN Rudy Hendra Prastowo mengatakan hingga saat ini perseroan telah melakukan uji coba co-firing biomassa di 16 lokasi PLTU.
"Akan terus bertambah dengan target sampai akhir tahun minimal 30 lokasi masuk ke tahap uji coba," ujar Rudy dalam diskusi virtual, Senin (19/10).
Rudy menuturkan, program co-firing biomassa ini merupakan langkah nyata PLN untuk mendukung pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT) 23 persen pada 2025. Dengan melakukan co-firing di 52 lokasi PLTU perseroan diharapkan dapat membantu menaikkan bauran EBT sekitar dua persen.
Selain keberlangsungan ketersediaan biomassa sebagai feedstock, imbuh Rudy, kesiapan teknologi dan industri pengolah biomassa juga perlu didorong untuk memastikan kebutuhan biomassa untuk co-firing terpenuhi dengan baik.
"Saat ini, industri pengolahan biomassa menjadi bahan bakar campuran co-firing masih belum banyak. Untuk itu dorongan untuk menumbuhkembangkan industri pengolahan biomassa untuk menjadi bahan bakar, termasuk industri pembuat alat dan mesin pembuat biomassa sangat diperlukan," katanya.
Secara keseluruhan terdapat 114 unit PLTU milik PT PLN (Persero) yang berpotensi dapat dilakukan co-firing biomassa. Pembangkit tersebut tersebar di 52 lokasi dengan total kapasitas 18.154 megawatt (MW).
Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna mengatakan bahwa program co-firing biomassa pada PLTU merupakan upaya alternatif untuk bisa mengurangi pemakaian batu bara di PLTU dengan mensubtitusi sebagian batu bara dengan bahan bakar biomassa.
"Upaya ini diharapkan dapat sekali dayung 2-3 pulau terlampaui, jadi tidak hanya EBT yang kita tingkatkan di 2025 nanti. Harapan kami melalui program ini, kita juga bisa mengolah sampah menjadi energi sehingga bisa membersihkan sampah-sampah yang ad," kata Feby.
Feby juga berharap program co-firing ini mampu membuka lapangan kerja dengan mendorong industri lokal untuk pengembangan biomassa, serta bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mendorong program co-firing ini, saat ini Kementerian ESDM tengah mengajukan rencana penyusunan rancangan Standar Nasional Indonesia (SNI) bahan bakar jumputan padat (solid recovered fuel/SRF) dan pellet biomassa untuk pembangkit listrik kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Standardisasi diperlukan mengingat bahan baku co-firing terdiri atas berbagai macam jenis, mulai dari sampah, limbah kayu, cangkang sawit, dan lain-lain. Ragamnya jenis bahan baku ini dapat mempengaruhi komposisi dan karakter pellet biomassa.