REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah menetapkan dua kondisi yang selalu ditemui manusia. Kondisi suka dan duka, dalam keduanya telah Allah sisipkan hikmah yang perlu disadari oleh manusia.
Ibnu Athaillah As-Sakandary dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan: “Basathaka kayla yubqiyaka ma’al-qabdhi, wa qabadhaka kayla yatrukaka ma’al-basthi, wa akhrajaka anhuma kayla takuna lisyai-in dunahu.”
Yang artinya: “Allah memberimu kelapangan agar engkau tidak terus-menerus berada dalam kesempitan. Sebaliknya, Allah memberimu kesempitan agar engkau tidak terus-menerus berada dalam kelapangan. Dan Allah mengeluarkanmu dari kedua kondisi itu agar engkau tidak bergantung kepada selain-Nya.
Dijelaskan, saat dalam kondisi sempit seorang hamba akan merasa tertekan dan kesakitan. Dan, saat keadaan lapang seorang hamba biasanya akan merasa beruntung dan senang.
Maksud dan tujuan kedua hal itu menurut Ibnu Athaillah adalah, Allah hendak mengeluarkan seorang hamba dari kesempitan dan kelapangan tadi dengan cara membuat manusia merasa fana. Yang mana akhirnya hamba tadi akan memilih bersama dengan-Nya ataukah sebaliknya.
Sebab itulah, disarankan tidak terus-menerus merasa berada di dalam keadaan yang menyakitkan atau menyenangkan agar kedua hal itu tidak menjadi penghalang antara dirimu dengan Allah SWT. Manusia perlu berlatih dengan suka dan duka guna mendapatkan kondisi yang seimbang.