REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren pemulihan di kuartal keempat diprediksi masih berpotensi terjadi meski dikuartal ketiga Indonesia diperkirakan resmi mengalami resesi. Pemulihan akan didukung oleh akselerasi penyerapan anggaran penanganan pandemi Covid-19.
"Walau di kuartal ketiga pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih negatif, kami melihat adanya perbaikan dibanding kuartal kedua yang pertumbuhannya minus 5,32 persen," kata Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia, Katarina Setiawan, Rabu (21/10).
Per akhir September pemerintah sudah mencairkan 43 persen dari total anggaran stimulus, naik pesat dari 31 persen di akhir Agustus. Katarina melihat, distribusi stimulus akan semakin dipercepat di kuartal keempat, terutama untuk anggaran pembiayaan korporasi yang diharapkan dapat mulai dicairkan di bulan Oktober.
Namun, Katarina menegaskan, kondisi pandemi sangat sulit untuk diprediksi. Menurutnya, mitigasi penyebaran Covid-19 harus tetap menjadi prioritas, karena jika kasus Covid-19 terus meningkat, hal tersebut menimbulkan risiko harus diterapkannya kembali PSBB ketat, yang dapat berdampak negatif pada proses pemulihan ekonomi.
Di sisi lain, Katarina melihat pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja berpotensi menimbulkan sentimen positif bagi dunia usaha. Tujuan utama dari UU ini adalah untuk meningkatkan iklim usaha di Indonesia sehingga dapat menarik investasi ke dalam negeri, terutama di tengah tren relokasi pabrik dari China ke negara Asia lain. Tentunya UU Cipta Kerja harus diikuti dengan peraturan lanjutan dan eksekusi yang efektif.
Tidak hanya bagi sektor riil, UU Cipta Kerja juga dinilai dapat menciptakan sentimen positif secara jangka panjang bagi pasar finansial Indonesia. Pasar saham dapat diuntungkan oleh prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih baik, nilai tukar Rupiah dapat lebih stabil didukung oleh potensi foreign inflow di sektor riil yang meningkatkan devisa.
"Pasar obligasi juga diuntungkan dari kondisi stabilitas moneter yang lebih baik," tutur Katarina.