Rabu 28 Oct 2020 01:00 WIB

Studi Sebut Depresi Pascamelahirkan Bisa Bertahan 3 Tahun

Studi merekomendasikan agar dokter memeriksa depresi secara berkala.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Wanita akan melahirkan. ILustrasi
Foto: Sciencemag
Wanita akan melahirkan. ILustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Studi terbaru National Institutes of Health (NIH) terhadap 5 ribu wanita menemukan sekitar 1 dari 4 wanita mengalami gejala depresi tingkat tinggi dalam tiga tahun setelah melahirkan atau postpartum. Wanita lainnya mengalami tingkat depresi yang rendah selama rentang tiga tahun.

Studi tersebut dilakukan oleh para peneliti di NIH's Eunice Kennedy Shriver National Institute of Child Health and Human Development (NICHD). Hasil penelitiannya muncul di jurnal American Academy of Pediatrics yang mana merekomendasikan agar dokter memeriksa depresi pasca melahirkan pada ibu dalam kunjungan satu, dua, empat, dan enam bulan setelah melahirkan.

Baca Juga

Para peneliti mengidentifikasi empat lintasan gejala depresi pascapartum dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko wanita mengalaminya. Penemuan ini menunjukkan perlu memperpanjang skrining untuk gejala depresi postpartum setidaknya selama dua tahun setelah melahirkan.

"Studi kami menunjukkan enam bulan mungkin tidak cukup lama untuk mengukur gejala depresi," kata Diane Putnick selaku penulis utama studi dan staf ilmuwan bidang Epidemiologi NICHD dilansir dari eurekalart pada Selasa (27/10).

"Data jangka panjang ini adalah kunci untuk meningkatkan pemahaman kami tentang kesehatan mental ibu, yang kami tahu sangat penting untuk kesejahteraan dan perkembangan anaknya," lanjut Putnick.

Para peneliti menganalisis data dari studi KIDS Upstate, yang mencakup bayi yang lahir antara 2008 dan 2010 dari 57 distrik di negara bagian New York. Studi ini meneliti 5 ribu wanita selama tiga tahun setelah melahirkan. Para peneliti menilai gejala-gejala depresi melalui kuesioner dan skrining singkat yang terdiri dari lima item.

Walau demikian, studi tersebut tidak secara klinis mendiagnosis depresi pada wanita. Wanita dengan kondisi yang mendasari, seperti gangguan mood dan / atau diabetes gestasional, cenderung memiliki tingkat gejala depresi lebih tinggi selama masa studi.

Para peneliti mencatat peserta penelitian terutama wanita kulit putih non-Hispanik cenderung mengalami depresi. Namun hasil studi ini perlu dikaji lebih dalam dan luas.

"Penelitian lanjutannya harus mencakup populasi yang lebih beragam dan luas untuk menyediakan data yang lebih inklusif tentang depresi pasca melahirkan," ujar Putnick.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement