REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak ada yang menyangka seorang yang pada masa mudanya berjualan penganan pasar di lingkungan Kodam III/Siliwangi, Jawa Barat, untuk menyokong ekonomi keluarga kini menjadi pria pemimpin Kodam Jaya/Jayakarta dengan belasan ribu personel untuk melindungi keamanan warga Ibu Kota dan sekitarnya. Ia adalah Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman yang kini Panglima Komando Daerah Militer Jayakarta (Pangdam Jaya).
Ada cerita menarik, pernah suatu ketika penjaga di Kodam III berganti orang. Penjaga baru itu tidak tahu kalau Dudung sering ke kantin untuk menaruh dagangan. Tiba-tiba Dudung dipanggil, lalu diinterogasi kenapa asal masuk. "Sambil dia tanya-tanya, taunya dia tendanglah bawaan saya. Dak..!," ujar Dudung.
Jatuhlah bawaan dagangan jajan pasar tersebut. "Saat itu saya bawa klepon. Menggelindinglah 55 buah klepon yang saya bawa itu," katanya bercerita mengenang titik balik hidupnya yang saat itu ingin menjadi anggota TNI.
"Saya pikir kok begitu jadi TNI semena-mena sama rakyat. Dari situ lah saya terpacu untuk jadi perwira," kata Dudung mengisahkan.
Lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA), Dudung dihadapkan pada dua pilihan antara melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi untuk menjadi insinyur atau mengejar cita-cita menjadi perwira lewat Akademi Militer (Akmil)
Tekadnya bulat bahwa menjadi perwira adalah jalan hidupnya. Dudung pun memutuskan untuk menempuh pendidikan di Akademi Militer. “Saya memang senang sama tentara, sebetulnya pada saat muda itu karena kan perannya di pemikiran saya TNI itu menjaga ketahanan bangsa dan negara,” ujar Dudung.
Dudung akhirnya lulus dari Akademi Militer pada 1988 dari kecabangan infanteri. Tekadnya menjadi perwira yang selalu melindungi dan melayani rakyat pun semakin matang.
Bagi-bagi beras
Pria asal Bandung itu pun mengenang penugasannya yang paling berkesan pada saat menjadi Danrindam di Aceh. Kala itu kondisi masyarakat Aceh sangatlah sulit karena masih adanya konflik antara GAM dengan aparat di perbatasan.
Di masa-masa sulit itu justru Dudung berinisiatif meminta anggota pasukannya untuk berbagi sedikit kepunyaannya kepada masyarakat di wilayah itu. “Saya bilang ke anak buah saya, kalian dapat beras 18 kilogram. Saya potong satu kilogram. Karena kamu bersisa, daripada sisanya dipotong untuk membeli rokok," katanya.
"Beras itu kamu kumpulkan, kemudian setiap kamu patroli kamu ketemu masyarakat yang membutuhkan, beras itu kamu kasihkan. Karena meski beda paham, mereka tetap rakyat kita.” ujar Dudung.
Cerita lainnya yang berkesan dari tanah Serambi Makkah yang dialami oleh Dudung adalah caranya mengajarkan anak buah tetap bertanggung jawab meski bertugas di daerah yang memiliki tingkat konflik tinggi.
Bekali kain kafan