REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof KH Said Aqil Siroj, menegaskan bahwa hukum memperingati Maulid Nabi termasuk sunnah taqririyah.
Jika pun ada orang yang mengatakan hukumnya bidah, Kiai Said, tidak mempersoalkannya. “Maulid Nabi itu termasuk sunnah taqririyah, orang lain bilang bidah ya biarin lah,” ujar Kiai Said dalam Maulid Akbar virtual PBNU di Masjid Istiqlal Jakata, Kamis (29/10).
Dia pun menjelaskan bahwa sunnah itu ada tiga. Pertama sunnah qauliyah, yaitu perkataan atau sabda Rasulullah SAW. Kedua sunnah fi’liyah, yaitu segala perbuatan Rasul SAW yang harus diteladani umat Islam.
“Ketiga, bukan sabda dan perilaku Rasulullah, tapi orang yang lain yang mengatakan dan yang melakukan tapi mendapatkan legitimasi dari Rasulullah, maka itu namanya sunnah taqririyah,” ucap Kiai Said.
Dia pun mencontohkan sunnah taqririyah dengan kisah sahabat Bilal bin Rabah. Menurut Kiai Said, Bilal pernah melaksanakan sholat dua rakaat setelah wudhu. Lalu, Rasulullah bertanya tentang sholat apa yang diamalkan Bilal tersebut.
“Kata bilal sholat ba’diyah dan kemudian dibenarkan Rasulullah. Maka sejak saat itu, itu disunnahkan. Jadi, itu yang memulai Bilal bin Rabah, tapi mendapatkan pembenaran dari Rasulullah, maka itu menjadi sunnah,” katanya.
Selain itu, Kiai Said juga menceritakan bahwa Rasulullah tidak pernah memuji dirinya. Namun, dulu ada orang yang memuji Rasulullah setinggi-tingginya dan Rasulullah SAW tidak melarang ketika ada orang yang memujinya.
Bahkan, Rasulullah memberikan selimut yang dipakainya kepada penyair yang bernama Ka’ab bin Zuhair tersebut. “Maka memuji-muji Rasulullah itu juga menjadi sunnah taqririyah, bukan bidah,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Luhur Al-Tsaqafah ini.
Peringatan Maulid Nabi SAW yang berlangsung virtual tersebut diselenggarakan Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU). Acara ini dihadiri sejumlah tokoh dan ulama NU yang diundang secara khusus, seperti Wakil Presiden RI sekaligus Mustasyar PBNU KH Ma’ruf Amin, Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, dan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.