REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Panin membukukan laba bersih senilai Rp 2,33 triliun pada kuartal tiga 2020. Adapun realisasi ini meningkat 5,2 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya senilai Rp 2,21 triliun.
Presiden Direktur PaninBank Herwidayatmo mengatakan perusahaan berupaya menjaga pertumbuhan laba yang didukung posisi likuiditas dan permodalan yang kuat.
“Sinergi bisnis yang menyeluruh dari sektor perkreditan, treasury dan jasa-jasa mampu menjaga pertumbuhan bisnis perusahaan di tengah periode yang cukup berat bagi semua industri akibat pandemi Covid-19,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (30/10).
Secara konsolidasi, laba operasional sebelum pencadangan milik emiten dengan kode saham PNBN ini tumbuh sebesar 12,1 persen pada kuartal tiga 2020 atau menjadi Rp4,76 triliun. Adapun kualitas aset terkendali dengan non performing loan atau NPL (net) 0,58 persen, dan posisi permodalan yang sangat kuat dan likuiditas terjaga dengan optimal.
Peningkatan pendapatan operasional sebelum pencadangan terutama dikontribusikan oleh pertumbuhan fee based income yang mencapai Rp. 2,26 triliun atau naik 79,2 persen. Hal ini sejalan dengan meningkatnya transaksi surat-surat berharga di tengah kecenderungan penurunan suku bunga pasar.
Sejalan dengan prinsip kehati-hatian dalam menghadapi dampak Covid-19, sambung Herwidayatmo, sampai dengan kuartal tiga 2020, PaninBank telah mengalokasikan biaya pencadangan penurunan kualitas aset yang cukup signifikan sebesar Rp 1,78 triliun atau meningkat 96,9 persen dari periode yang sama tahun lalu.
"PaninBank mengantisipasi dan memperhitungkan potensi peningkatan kredit bermasalah sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan perekonomian yang berdampak pada meningkatnya profil risiko portofolio kredit," ucapnya.
Adapun total aset konsolidasi senilai Rp 216,59 triliun atau naik dari periode yang sama 2019 sebesar Rp 212,67 triliun.
Sedangkan total kredit sebesar Rp 133,93 triliun mengalami penurunan sebesar 12,9 persen terutama disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan kredit di tengah lambatnya pertumbuhan perekonomian di Indonesia dan penerapan prinsip kehati-hatian untuk menjaga kualitas portofolio kredit.