REPUBLIKA.CO.ID, Masyarakat beberapa pekan ini, dikhwatirkan dengan fenomena alam La Nina. Salah satu dampak La Nina itu, adanya bencana banjir. Sedikitnya lima ribu orang warga terdampak banjir bandang dan tanah longsor di tiga kecamatan di Kabupaten Garut Jawa Barat, yaitu Kecamatan Pameungpeuk, Cibalong dan Kecamatan Cikelet pada Senin (12/10)
Dampaknya, tak hanya menyebabkan ribuan penduduk harus mengungsi. Tapi, sebanyak 298 Gardu PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Jawa Barat pun terdampak banjir karena terendam air. Suasana saat itu menjadi hening. Tak ada aliran listrik, berarti tak ada suara radio atau tv. Berbagai kegiatan yang berhubungan dengan listrik dari mulai memasak hingga mengecharge handphone terhenti seketika.
Ternyata, jika ditelusuri sebenarnya bencana itu terjadi salah satunya berasal dari perilaku manusia termasuk emisi gas buang yang terlalu berlebihan menyebabkan pemanasan global. Oleh karena itu, Gubenur Jabar Ridwan Kamil cukup fokus terhadap green energy karena ingin menyelamatkan lingkungan untuk anak cucu dimasa depan.
Bahkan Ridwan Kamil pun, mulai mengkampanyekan pada semua masyarakat untuk mengubah gaya hidup. Apa itu gaya hidup? Mengubah gaya hidup menurut versi Ridwan Kamil adalah menguban cara kita bergerak dan cara memanfaatkan energi menjadi minimal.
"Kedua, menggunakan energi listrik sambil kita berharap sumber listri- nya datang dari energi terbarukan di suatu hari nanti," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Di Jabar sendiri, menurut Emil, berbagai program yang mengarah pada green energy terus digenjot. Salah satunya, mewajibkan kendaraan dinas menggunakan mobil dan motor listrik. Di Indonesia, mungkin ini kebijakan pertama yang dibuat oleh kepala daerah.
Emil menyebut, Pemprov Jabar sedang menyusun kebijakan terkait penggunaan kendaraan listrik untuk dinas karena sekarang produksi kendaraan listrik sudah masal maka. Jadi, mulai tahun depan di anggaran pembelian mobil dinas wajib dianggarkan pembelian mobil dan motor listrik.
"Kami jadi Provinsi pertama yang mewajibkan kendaran listrik," katanya.
Emil menilai, kebijakan penggunaan kendaraan listrik ini tak hanya akan menyelematkan lingkungan tapi juga bisa menghemat. Karena, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengecharge kendaraan tersebut lebih hemat seperlimanya dari bensin.
Misalnya, untuk menempuh kendaraan sejauh 300 Km dengan menggunakan bensin harus mengeluarkan Rp 250 ribu sampai Rp 270 ribu. Tapi, dengan mengecharge uang yang dikeluarkan hanya Rp 50 ribu untuk 300 Km.
"Berarti kendaraan dinas ini, menghemat. Ini menghemat biaya bensin dari gubernur dan wakil gubernur," katanya.
Menurutnya, kalau ini dijadikan kebijakan, maka di tahun-tahun berikutnya, APBD Jabar tidak perlu menganggarkan bahan bakar karena bisa dihemat sampai tinggal seperlimanya. "Jadi sudah hemat biaya, ramah lingkungan lagi. Ini memberikan pesan bahwa kita leader dalam green energy," katanya.
Kebijakan green energy yang kedua, menurut Emil, adalah konversi kompor listrik. Pihaknya, sudah menghitung semua biaya berkurang sampai seperlimanya.
"Jadi, ibu-ibu kalau pakai kompor listrik biayanya kan lebih murah dan hemat seperlimanya. Sisanya, bisa ditabung buat beli kosmetik," kelakar Emil.
Namun, Emil mengaku konversi ke kompor listrik ini memiliki kendala karena barangnya belum banyak. Tapi, pemerintah provinsi Jawa barat tetap terus mengkampanyekan keuntungan menggunakan kompor listrik.
Kendala lainnya, kata dia, ada di kelompok menengah bawah yang listriknya menggunakan 450 Watt. Sementara dipasaran, kompor listrik minimal di 300 watt.
"Itu yang harus kita cari dengan konsep induksi. Jadi dicolok kecil tapi efek panas berlipat-lipat," kata Emil seraya berharap dengan semua kebijakan ini suatu hari Jabar jadi provinsi yang paling kecil memberikan polusi ke Indonesia.