REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid MA mengingatkan, Indonesia adalah negara yang memiliki potensi perpecahan sangat besar. Bahkan lebih besar dari Uni Soviet, negara yang saat ini, sudah hilang dari peta dunia. Bekas wilayah Soviet sudah menjadi negara-negara kecil yang memiliki nama sendiri-sendiri.
Padahal, dibanding Indonesia, Soviet memiliki kekuatan militer yang lebih kuat. Mereka mampu menjaga wilayahnya dari ancaman negara lain. Pada masa kejayaannya, Soviet adalah satu-satunya negara yang bisa menyaingi persenjataan militer Amerika. Selain itu, sebagian besar wilayah Uni Soviet merupakan daratan, sehingga lebih mudah dipantau dan diatur. Berbeda dengan Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau dan kebanyakan wilayahnya berupa lautan.
"Keberagaman di Indonesia jauh lebih besar dibanding Uni Soviet. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan suku bangsa dan bahasa. Selain itu, Indonesia juga memiliki keragaman agama. Semua itu membuat potensi perpecahan di Indonesia sangat tinggi," kata Hidayat menambahkan.
Pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, MA, secara virtual saat menjadi pembicara pada acara Temu Tokoh Nasional / Kebangsaan dihadapan keluarga besar Yayasan Pendidikan Ruhama Depok. Acara tersebut berlangsung di ruang pertemuan SMPIT-SMAIT Ruhama, Cilangkap, Tapos, Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (5/11). Selain Hidayat acara tersebut juga menghadirkan pembicara dari tokoh masyarakat Jawa Barat TB. Soenmandjaja.
Yang membuat Indonesia tetap bersatu, meski ancaman perpecahanya sangat besar, kata Hidayat karena Indonesia berdiri di atas kesepakatan para pendirinya. Salah satu kesepakatan yang sangat penting bagi tetap tegaknya NKRI adalah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Dalam sumpah tersebut seluruh perwakilan pemuda dari berbagai wilayah di Indonesia menyatakan tekat bulatnya untuk meleburkan diri ke dalam, bangsa, bahasa dan tanah air Indonesia.
"Padahal, saat datang di acara tersebut, masing masing perwakilan pemuda, itu memiliki bangsa dan bahasa yang berbeda-beda. Tetapi, mereka mau menerima kesepakatan untuk meleburkan diri ke dalam Bangsa, Bahasa dan Tanah Air Indonesia," kata Hidayat menambahkan.
Selain Sumpah Pemuda, Hidayat menyebut kesepakatan tentang dasar dan Ideologi Pancasila yang terjadi pada 18 Agustus 1945, membuat persatuan dan kesatuan Indonesia semakin kokoh. Padahal, sebelum Pancasila disepakati sebagai dasar dan ideologi negara, sempat terjadi ketegangan yang berpotensi menyebabkan perpecahan.
"Saat itu perwakilan masyarakat Indonesia Timur, berkeberatan terhadap tujuh kata yang ada dalam piagam Jakarta. Beruntung, para pendiri bangsa bisa menerima keberatan tersebut, dan selamatlah Indonesia dari perpecahan," kata Hidayat lagi.
Hidayat berharap seluruh kesepakatan yang pernah dibuat para pendiri bangsa, itu terus dipertahankan. Tidak boleh ada upaya-upaya untuk mengingkari kesepakatan yang pernah dibuat, apalagi menggantinya. Sekali saja, kesepakatan tersebut diganti, bukan tidak mungkin Indonesia akan terpecah belah, dan hilang dari peta dunia, seperti yang terjadi pada Uni Soviet.
Ikut hadir pada acara tersebut, Ketua DPRD kota Depok Ir. Teungku Muhammad Yusuf Saputra, Kepala Dinas Pendidikan Kota Depok: Mohammad Thamrin, S.Sos., MM, Pembina Yayasan Pendidikan Ruhama H. Bambang Sutopo, MM, MBA dan Hj. Agustin Kurniawati, S.Pd. serta Ketua Yayasan Pendidikan Ruhama, H. Arafi Mughni.