Selasa 24 Nov 2020 14:08 WIB

Studi Ungkap Gletser di Gunung Everest Menipis

Tingkat kehilangan es di Everest meningkat sejak tahun 1960-an.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Dwi Murdaningsih
Pegunungan Himalaya dengan Everest di puncaknya.
Foto: EPA
Pegunungan Himalaya dengan Everest di puncaknya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perilaku gletser di sekitar Gunung Everest selama enam dekade terakhir terungkap dalam penelitian yang diterbitkan hari ini di jurnal multidisiplin One Earth. Proyek ini merupakan bagian dari Ekspedisi National Geographic dan Rolex Perpetual Planet Everest 2019.

Mereka menggunakan kombinasi citra satelit mata-mata yang tidak diklasifikasikan dari tahun 1960-an dan 1970-an, data dari survei udara awal topografi Gunung Everest dan lembah-lembah sekitarnya dari tahun 1980-an, dan serangkaian data satelit modern dan data lidar dari Ekspedisi Everest 2019. Hal ini guna membatasi laju kehilangan massa es dari gletser di kawasan itu selama jangka waktu yang mungkin terlama menggunakan arsip satelit.

Baca Juga

Penelitian tersebut juga mendokumentasikan contoh pertama yang diketahui dari perilaku gelombang gletser di sekitar Gunung Everest. Ini merupakan sebuah fenomena yang sebelumnya dianggap terbatas pada gletser yang terletak di lokasi lain.

Pemimpin Penelitian Universitas St Andrews, Dr. Owen King mengatakan hasil penelitiannya menunjukkan tingkat kehilangan massa es secara konsisten meningkat sejak awal 1960-an. “Kehilangan es bahkan telah terjadi di atas 6000m di atas permukaan laut yang menekankan dampak perubahan iklim pada lingkungan pegunungan yang tinggi dan keras,” kata King, dilansir Phys, Selasa (24/11).

Peneliti lain, Dr. Atanu Bhattacharya dari Universitas sama menyebut perilaku gletser tinggi di Himalaya memberikan bukti paling jelas tentang dampak perubahan iklim yang luas di wilayah terpencil itu.  Peningkatan laju penurunan gletser sebagai respons terhadap pemanasan jangka panjang akan berdampak pada komunitas pegunungan lokal dan mereka yang berada di hilir.

“Ini berpengaruh terhadap besaran dan waktu pasokan air lelehan ke sungai dan meningkatkan risiko bahaya glasial,” ujar Bhattacharya.

Staff peneliti lain, Dr. Tobias Bolch dari universitas yag sama mengatakan hasil penelitian memberikan referensi berharga untuk proyeksi masa depan.

“Hasil penelitian ini juga akan membantu untuk lebih akurat memahami tekanan yang ditempatkan pada sumber daya air di Himalaya dalam beberapa dekade mendatang,” kata Bolch.

Sedangkan Geografer National Geographic, Alex Tait menyebut cukup sulit menerbangkan helikopter di atas Everest Base Camp. Sehingga dia dan timnya menyelesaikan survei lidar resolusi sub-desimeter menggunakan helikopter dari kepala Gletser Khumbu sampai ujungnya.

Menurutnya, data lidarnya adalah data dasar penting untuk studi ini dan akan memungkinkan penyelidikan mendalam lebih lanjut tentang perubahan masa lalu pada gletser tertinggi di dunia.

“Data ini juga akan berguna untuk tahun-tahun mendatang seiring dengan percepatan perubahan di menara air High Mountain Asia,” kata Tait.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement