Senin 30 Nov 2020 12:20 WIB

Wanita yang Mempertanyakan Kesetaraan di Zaman Nabi Muhammad

Wanita yang menanyakan kesetaraan sudah ada di zaman Nabi Muhammad.

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Muhammad Hafil
Wanita Pejuang Kesetaraan di Zaman Nabi Muhammad. Foto:   Muslimah shalat. (ilustrasi)
Foto: Yogi Ardhi/Republika
Wanita Pejuang Kesetaraan di Zaman Nabi Muhammad. Foto: Muslimah shalat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Sejak masa Rasulullah SAW, perempuan sudah menyadari kesetaraannya dengan lelaki. Ada beberapa riwayat-riwayat yang mencatat sejumlah nama, seperti Ummu Salamah, Asma’ binti ‘Umais, dan Ummu ‘Umarah al-Anshariyah. Setiap dari mereka menemui Rasulullah SAW dan menanyakan mengapa lelaki lebih banyak disebut dalam Alquran atau mengapa terasa bidang pengabdian perempuan lebih sempit daripada lelaki.

Dikutip dari buku Islam yang Saya Pahami Keragaman Itu Rahmat oleh Prof. M.Quraish Shihab, dalam konteks “tuntutan” itulah turun firman Allah surat Al-Ahzab ayat 35 berbunyi :

Baca Juga

وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذَّاكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذَّاكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا

Innal-muslimīna wal-muslimāti wal-mu`minīna wal-mu`mināti wal-qānitīna wal-qānitāti waṣ-ṣādiqīna waṣ-ṣādiqāti waṣ-ṣābirīna waṣ-ṣābirāti wal-khāsyi\'īna wal-khāsyi\'āti wal-mutaṣaddiqīna wal-mutaṣaddiqāti waṣ-ṣā`imīna waṣ-ṣā`imāti wal-ḥāfiẓīna furụjahum wal-ḥāfiẓāti waż-żākirīnallāha kaṡīraw waż-żākirāti a\'addallāhu lahum magfirataw wa ajran \'aẓīmā.

“Sesungguhnya laki-laki muslim dan perempuan muslimah, laki-laki mukmin dan perempuan mukminah, laki-laki yang taat dan perempuan yang taat, demikian pula, laki-laki yang benar dan perempuan yang benar, laki-laki penyabar dan perempuan penyabar, laki-laki khusyuk dan perempuan yang khusyuk, laki-laki yang gemar bersedekah dan perempuan yang gemar bersedekah, laki-laki yang sering kali berpuasa dan perempuan yang sering kali berpuasa, laki-laki yang selalu memelihara kemaluannya dan perempuan yang selalu memeliharanya juga, laki-laki yang banyak berdzikir menyebut nama Allah dan perempuan yang banyak berdzikir menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk tiap-tiap orang dari mereka baik lelaki maupun perempuan ampunan dan pahala yang besar.”

Ayat di atas sengaja menyebut lelaki dan perempuan dalam sifat-sifat yang sama. Ini dimaksudkan untuk menekankan peranan perempuan dan kesetaraannya dengan lelaki dalam segalaa amal kebajikan dan dalam ganjarannya yang menanti mereka. Allah tidak membedakan mereka, bahkan Allah secara khusus menurunkan surat yang diberi nama an-Nisa untuk menjelaskan hak-hak perempuan yang memang pada masanya turunnya Alquran yang sampai sekarang tidak jarang diabaikan atau dilupakan.

Seorang Ulama Besar sekaligus Cendekiawan Muslim Kontemporer Mesir, Muhammad ‘Imarah mengutip kisah Asma’ bin Yazid yang datang kepada Rasulullah SAW atas nama rekan-rekannya untuk menuntut kesetaraan upah lelaki dan perempuan walau dengan profesi berbeda. Rasulullah SAW terkesan dengan ucapannya dan menoleh kepada pria agar mendengar ucapan perempuan yang pandai menyampaikan aspirasi rekan-rekan wanitanya. Pada akhirnya, Rasulullah menyetujui usul Asma’ itu.

Perempuan lain, Umaimah binti Rafiqah menceritakan, dia datang kepada Rasulullah bersama rekan-rekan perempuannya dan meminta agar dibaiat atau diambil janji setia oleh Rasulullah. Rasulullah mengabulkan permintaan itu sambil mengingatkan, baiat harus sesuai dengan kemampuan mereka dalam kedudukan mereka sebagai perempuan, (HR Ibnu Majah).

Pada peristiwa bai’at al-‘aqabah yang menjadi tonggak masyarakat Islam di Madinah, ada dua perempuan yang sedang pada bai’at ar-ridhwan. Salah satu butirnya adalah kesediaan berperang melawan musuh yang menganiaya juga tercatat nama-nama perempuan. Dalam situasi perang pun, banyak perempuan yang terlibat, khususnya dalam kegiatan pengobatan dan perawatan. Bahkan Ummu Sulaim binti Malhan r.a. dalam perang Hunain terlihat membawa senjata tajam.

Sahabat Rasulullah SAW, Abu Thalhah r.a. yang melihat senjata itu menyampaikan kepada Rasulullah lalu beliau bertanya, “untuk apa senjata itu?” Ummu Sulaim menjawab, “kalau ada musuh yang mendekat kepadaku, akan kubelah perutnya.” Mendengar jawabannya, Rasulullah tersenyum (HR Muslim).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement