Rabu 02 Dec 2020 04:53 WIB

Parlemen Iran Setujui RUU Pengayaan Uranium

Parlemen Iran setujui RUU pengayaan uranium setidaknya hingga 20 persen

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Para teknisi sedang bekerja di pusat pemrosesan uranium di Iran.
Foto: reuters
Para teknisi sedang bekerja di pusat pemrosesan uranium di Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Parlemen Iran telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) yang memungkinkan negara tersebut melakukan pengayaan uranium setidaknya hingga 20 persen. Jumlah itu jauh melampaui yang disepakati perjanjian nuklir Iran tahun 2015 yakni Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Anadolu Agency melaporkan menurut berita televisi pemerintah Iran, RUU disetujui 251 anggota parlemen Iran. Anggota parlemen di negara tersebut berjumlah 290 orang. Setelah RUU disetujui, slogan-slogan berbunyi "ganyang Amerika", "gulingkan Israel", dan "kemartiran adalah kehormatan kami" menggema di ruangan.

Baca Juga

Para anggota parlemen juga memekikkan penghormatan terhadap pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. "Darah di pembuluh darah kami adalah hadiah untuk pemimpin (tertinggi) kami (Ali Khamenei)," kata mereka.

Jika RUU yang disahkan oleh parlemen mendapat persetujuan akhir dari Dewan Konstitusi dan menjadi undang-undang, Badan Energi Atom Iran akan mulai memperkaya uranium setidaknya 20 persen. Teheran pun akan meningkatkan cadangan uranium yang diperkaya tingkat rendah.

RUU pun mencakup protokol tambahan yang memungkinkan Iran menarik diri dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir dalam jangka dua bulan. Langkah itu akan diambil jika para pihak dalam perjanjian tersebut tidak mengambil langkah-langkah untuk menormalkan hubungan perbankan Iran dan ekspor minyak.

JCPOA mulai retak sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan menarik negaranya keluar dari perjanjian tersebut pada Mei 2018. Dia menilai kesepakatan itu cacat karena tak mengatur tentang aktivitas uji coba rudal balistik Iran dan perannya dalam konflik di kawasan.

Setelah mengambil langkah demikian, Trump menerapkan kembali sanksi ekonomi berlapis terhadap Teheran. Sanksi-sanksi itu membidik sektor minyak, keuangan, otomotif, industri logam mulia, dan lainnya.

AS kemudian mendorong Iran agar bersedia merundingkan kembali ketentuan dalam JCPOA jika menginginkan sanksi terhadapnya dicabut. Namun Iran menolak. Teheran justru mendesak Eropa selaku pihak yang turut terlibat dalam JCPOA agar melindungi aktivitas perekonomiannya dari sanksi AS.

Iran secara bertahap telah menangguhkan komitmennya dalam JCPOA.  Hal itu dimulai dengan melakukan pengayaan uranium hingga lebih dari 4,5 persen pada Juli tahun lalu. Hal itu jelas melanggar JCPOA sebab Iran hanya diperkenankan melakukan pengayaan pada level 3,67 persen.

Secara keseluruhan Iran telah mengambil empat langkah mundur dari kesepakatan nuklir. Langkah terakhir terjadi pada 4 November lalu. Saat itu, para ahli Iran mulai memasukkan gas uranium hexafluoride ke dalam sentrifugal pengayaan mothball di pabrik bawah tanah Fordow di selatan Teheran.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement