REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Meskipun mendapat tentangan keras, badan pengawas tertinggi Iran pada Rabu menyetujui rencana aksi parlemen untuk melawan sanksi Amerika Serikat dengan mempercepat program nuklirnya.
Dewan Penjaga, sebuah badan dengan mandat konstitusional yang diberdayakan untuk memeriksa undang-undang, menyetujui rencana yang diharapkan meredam upaya pemerintah baru-baru ini untuk membuka saluran komunikasi baru dengan AS untuk kembali ke pakta nuklir 2015.
Abbas Ali Kadkhodaei, juru bicara dewan, mengatakan amandemen parlemen terhadap Pasal 6 dari rencana yang diusulkan telah disetujui karena tidak ditemukan melanggar konstitusi atau hukum agama negara.
Menurut sumber resmi, Ketua Parlemen Baqer Qalibaf telah mengirim surat kepada Presiden Hassan Rouhani untuk memberitahukan tentang keputusan tersebut.
Keputusan itu diambil sehari setelah parlemen mengadopsi rencana yang mengharuskan pemerintah untuk melanjutkan pengayaan uranium sebesar 20 persen dan meningkatkan persediaan uranium yang diperkaya rendah (LEU).
Pemerintah dan parlemen berselisih tentang tanggapan atas pembunuhan ilmuwan nuklir terkemuka Iran Mohsen Fakhrizadeh, yang terbunuh di pinggiran Kota Teheran pada Jumat.
Rouhani, dalam sidang kabinet pada Rabu, mengatakan pemerintahnya tidak setuju dengan rencana parlemen dan menyebutnya membahayakan kegiatan diplomatik.
Pada Selasa, juru bicara pemerintah Ali Rabiee juga mengecam anggota parlemen, mengatakan bahwa mereka tidak memiliki hak untuk campur tangan dalam hal-hal yang berkaitan dengan perjanjian nuklir 2015, karena itu adalah tanggung jawab tunggal Dewan Keamanan Nasional.
Dia mengatakan rencana yang konon ditujukan untuk mengakhiri sanksi itu akan mengarah pada sanksi permanen terhadap Iran.