Jumat 04 Dec 2020 07:43 WIB

Kasus Covid-19 di Gaza Melonjak, Masjid dan Sekolah Ditutup

Beberapa bisnis di Gaza akan diizinkan buka hingga jam malam

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Nur Aini
Seorang wanita Palestina membawa sepiring makanan saat dia berjalan bersama anaknya, keduanya mengenakan masker, di Kota Gaza pada 28 Agustus 2020, selama penguncian di kantong Palestina karena meningkatnya kasus infeksi COVID-19. (Mohammed Abed / AFP)
Foto: timesofisrael.com
Seorang wanita Palestina membawa sepiring makanan saat dia berjalan bersama anaknya, keduanya mengenakan masker, di Kota Gaza pada 28 Agustus 2020, selama penguncian di kantong Palestina karena meningkatnya kasus infeksi COVID-19. (Mohammed Abed / AFP)

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Sekolah dan masjid di jalur Gaza akan ditutup akhir pekan ini. Kementerian Dalam Negeri Gaza menyebut daerah kantong Palestina itu akan diisolasi sebagian dalam upaya mengurangi meningkatnya kasus Covid-19.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Eyad al-Bozom, mengatakan selama penutupan, beberapa bisnis akan tetap diizinkan buka sampai berlakunya jam malam. Meski demikian, Bozom tidak merinci berapa lama pembatasan diperkirakan akan berlangsung atau jenis bisnis apa yang akan diizinkan untuk tetap beroperasi.

Baca Juga

Secara umum, beberapa fasilitas publik seperti pasar, apotek, dan restoran yang menawarkan layanan dibawa pulang, diizinkan untuk tetap buka selama karantina wilayah akibat virus Covid-19.

Dilansir di Middle East Eye, Jumat (4/12), kasus virus Covid-19 di Gaza telah meningkat tiga kali lipat selama sebulan terakhir, berkisar sekitar 900 kasus baru setiap hari. Sementara itu, jumlah kematian meningkat empat kali lipat menjadi 122.

Secara total, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sekitar 23.000 infeksi telah dilaporkan di daerah kantong itu. Kantor berita resmi Palestina, Wafa, melaporkan setidaknya ada 827 kasus baru yang dikonfirmasi di Gaza, Kamis (3/12).

Organisasi kesehatan telah memperingatkan jika pandemi dapat dengan mudah lepas kendali dan membebani sistem kesehatan wilayah Palestina yang sedang berjuang. WHO mengirimkan 15 ventilator ke rumah sakit Gaza, menyusul peringatan dari pejabat kesehatan setempat, yang menyebut rumah sakit telah mencapai titik puncak dan hampir kehabisan ventilator.

Meskipun terjadi peningkatan kasus, penyeberangan Rafah antara Gaza dan Mesir dibuka pada Kamis untuk jangka waktu tiga hari. Menurut Pusat Hukum Gisha untuk Kebebasan Bergerak, pembukaan tersebut dilakukan untuk keempat kalinya sejak Maret dan mengizinkan Warga Gaza keluar dari tempatnya, serta keenam kalinya warga diizinkan masuk dari Mesir.

Kepadatan di antara dua juta penduduk Gaza dan blokade yang diberlakukan oleh Israel dan Mesir telah lama menyebabkan kekhawatiran tentang potensi dampak virus. Meski demikian, wilayah itu mencatatkan nol kasus atau lolos dari wabah besar ini hingga Agustus.

Pimpinan kesehatan lokal WHO, Abdelnaser Soboh, memperingatkan seperlima dari tes yang dilakukan menunjukkan hasil positif. Sebagian besar yang terkonfirmasi positif merupakan penduduk yang berusia di atas 60 tahun.

Pemimpin Hamas, Yahya Sinwar, dan setidaknya satu pejabat senior lainnya dinyatakan positif terkena virus, Selasa (1/12). Kondisi itu terjadi satu bulan setelah Kepala Negosiator Palestina, Saeb Erekat, meninggal karena komplikasi terkait virus Covid-19.

Pada 15 November, pihak berwenang memberlakukan sejumlah pembatasan, termasuk melarang pergerakan di daerah yang paling parah terkena dampak. Toko diwajibkan tutup pada jam 5 sore dan melarang kunjungan dalam ruangan lebih dari 15 orang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement