REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah (MHH PPM) Trisno Raharjo menilai, hukuman mati bagi koruptor bantuan sosial (bansos) di masa bencana tak melanggar HAM. Asalkan penjatuhan hukuman mati dilakukan dengan adil, jujur, dan tidak diskriminatif.
“Dalam pandangan saya, KPK apabila setuju dan serius maka tidak boleh tanggung-tanggung dalam menegakkan hukum. Hukuman mati bagi koruptor bansos masih relevan bagi Muhammadiyah,” kata Trisno dalam diskusi virtual, Senin (7/12).
Dia menjelaskan, hukuman mati di Indonesia memang masih dianggap sebagai suatu hal yang kontroversial. Dalihnya adalah karena penjatuhan hukuman mati melanggar HAM dan tidak bisa dibenarkan. Namun demikian Trisno menjelaskan, bentuk pelanggaran hukum pidana di Indonesia merupakan bentuk pelanggaran HAM yang hakiki.
Adapun, lanjutnya, dalam sistem pemidanaan maka penegak hukumnya tidak disebut sebagai pelanggar HAM. Maka pihaknya menjabarkan bahwa Muhammadiyah tidak menganggap hukuman mati bagi koruptor adalah tindakan yang keliru asal dilakukan dengan adil dan komprehensif.
“Hukuman mati masih relevan bagi koruptor, ini juga sekaligus menjadi bukti penegakkan hukum yang baik di Indonesia,” ujarnya.
Dia menambahkan, korupsi bansos di masa pandemi merupakan pelanggaran nyata terhadap HAM. Apalagi, bencana pandemi Covid-19 merupakan bencana yang masanya panjang dan berstatus sebagai bencana nasional bahkan global.