Kamis 10 Dec 2020 10:51 WIB

Kunci Kesuksesan Pemerintahan Umar yang Bersih

Sifat jujur dan shalih merupakan prinsip utama Umar bin Khattab mengangkat pegawai

Rep: Rossi Handayani/ Red: Esthi Maharani
Umar bin Khatab
Foto: Mgrol120
Umar bin Khatab

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Khalifah Umar bin Khaththab tak sembarangan mengangkat pegawai. Ia memiliki persyaratan yang cukup ketat. Hal inilah yang menjadikan pemerintahan Umar dikenal bersih dan cemerlang.

Dikutip dari buku Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Erwandi Tarmizi, persyaratan sifat jujur dan shalih merupakan prinsip utama khalifah Umar bin Khattab mengangkat pegawainya. Maka selama pemerintahan beliau setiap gubernur atau pegawai kepercayaannya adalah sahabat Nabi dari golongan Muhajirin dan Anshar. Dia tahu bahwa generasi ini telah mendapat keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Ia yakin apabila Allah telah meridhai mereka dalam agamanya, maka urusan dunia pun bisa ditangani sesuai jalan-Nya. Firman Allah,

"Orang-orang yang terdahulu Iagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-Iamanya. Mereka kekal di dalamnya. ltulah kemenangan yang besar" (At Taubah: 100).

Di samping itu, Umar kerap menguji kezuhudan para gubernurnya. Sifat zuhud dan tidak tamak dengan gemerlap dunia dapat menciptakan pegawai dapat bersikap jujur, bersih dan tidak korup. Dengan demikian, memilih calon pegawai yang zuhud merupakan kunci dalam pemberantasan korupsi.

Allah Subhanahu wa Ta'ala menganjurkan untuk mengangkat pegawai yang jujur dan dapat dipercaya. Begitu juga dengan Nabi turut menganjurkan hal yang serupa.

Sementara itu, Imam Bukhari dalam kitab shahihnya dalam pembahasan tentang ijarah (upah-mengupah) memulai dengan pembahasan: "Mengangkat seorang yang shalih menjadi orang upahan" sambil menuliskan hadis Nabi,

"Seorang yang jujur yang dipercayakan untuk mengantarkan sedekah kepada orang yang berhak menerimanya, ia mendapatkan pahala bersedekah juga, jika ia ikhlas melakukannya".

Sistematika Imam Bukhari dalam penyusunan hadis Nabi ini menunjukkan bahwa mengangkat orang yang jujur dalam sebuah tugas merupakan persyaratan penting agar tugas itu terlaksana sebagaimana mestinya. Seorang yang dibebani sebuah tugas yang mulia jika ia ikhlas melakukannya, selain mendapat upah dari pengguna jasanya ia juga mendapatkan pahala dari misi kebajikan yang dijalankannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement