REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Koalisi pemerintah Jepang pada Kamis (10/12) mengajukan keringanan pajak untuk kendaraan rendah emisi dan investasi hijau dalam rangkaian insentif senilai 612 juta dolar AS (sekitar Rp 8,6 triliun).
Pengajuan tersebut sejalan dengan Perdana Menteri Yoshihide Suga yang menempatkan netralitas karbon pada pusat rencana pemulihan ekonomi negara, dengan target pencapaian pada 2050. Target itu sama dengan Uni Eropa, dan mendahului China yang memasang target di 2060.
Partai Demokrat Liberal (LDP) yang juga dipimpin Suga serta aliansinya, Partai Komeito, mengajukan pengurangan pajak bagi perusahaan yang meningkatkan investasi bebas karbon dalam rencana reformasi pajak yang akan menjadi program tahun depan, mulai April. Revisi kode pajak akan memberikan potongan pajak nasional sebesar 50-60 miliar yen (Rp 6,7-8,1 triliun) serta potongan pajak lokal sebesar 4 miliar yen (Rp 541 miliar) per tahun, kata Ketua Komisi Pajak LDP, Akira Amari.
Koalisi pemerintah juga mengajukan perpanjangan pengurangan pajak selama dua tahun untuk kendaraan ramah lingkungan dan pemotongan bea pajak untuk bahan bakar pesawat demi membantu maskapai yang terpukul oleh kondisi pandemi. Mereka menyerukan pula langkah lainnya untuk meringankan beban rumah tangga dan pelaku usaha akibat Covid-19, misalnya dengan memperpanjang keringanan pajak atas gadai dan pemotongan pajak perusahaan bagi usaha kecil dan menengah.
"Kami tidak dapat menyelesaikan reformasi fiskal saat ini, namun kami harus membangun dasar untuk mencapainya sesegera mungkin," kata Amari.
Rencana koalisi pemerintah dalam urusan pajak itu menyusul keputusan Jepang pada Selasa (8/12) lalu untuk menyediakan paket stimulus ekonomi senilai 708 miliar dolar AS (Rp 10.000 triliun) bagi inovasi hijau dan inovasi digital.
Pemerintahan Suga menganggap inovasi hijau sebagai kunci untuk investasi bisnis Jepang yang akan dapat mendongkrak perekonomian negara itu.