REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Irak dikabarkan tengah memutuskan akan melanjutkan kesepakatan minyak bernilai miliaran dolar dengan China. Kesepakatan dinilai sebagai bagian dari upaya untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang memburuk di Baghdad.
Kesepakatan muncul setelah SOMO (badan negara Irak yang bertanggung jawab atas ekspor minyak) menyambut tawaran dari berbagai pedagang dan perusahaan minyak dalam sebuah surat yang dikeluarkan bulan lalu. Kesepakatan menghasilkan "beberapa penawaran" yang dibuat oleh berbagai perusahaan.
Hal itu kemudian dievaluasi oleh Perdana Menteri Mustafa Al-Kadhimi, lapor Bloomberg, yang mengutip juru bicara kabinet Hassan Nadhim yang dikutip laman Middle East Monitor, Jumat (11/12). Dalam persyaratan penawaran pemerintah Irak, SOMO mengatakan bahwa perusahaan yang berhasil akan membeli empat juta barel minyak per bulan, atau sekitar 130 ribu per hari.
Kesepakatan itu memuat pasokan tahun pertama dibayar di muka. Kesepakatan itu dimaksudkan untuk berlangsung selama lima tahun.
Sebagai imbalan untuk memasok minyak ke pemenang tender, Irak akan menerima 2 miliar dolar AS untuk sebagian kecil dari kuantitas minyak yang dijanjikan, sementara sisanya dibayarkan kemudian.
Penawar yang menang adalah ZhenHua Oil Co., sebuah perusahaan milik negara besar di Cina yang memiliki hubungan dengan militer China. Itu adalah contoh terbaru dari strategi pinjaman internasional China, di mana bank dan organisasi perdagangan yang dikendalikan negara meminjamkan uang kepada negara-negara kaya minyak yang berjuang untuk tetap bertahan secara finansial, seperti Venezuela, Ekuador, Angola, dan sekarang berpotensi ke Irak.
Jika Perdana Menteri Al-Kadhimi menandatangani kesepakatan, maka itu bukan pertama kalinya perusahaan tersebut berurusan dengan Irak. ZhenHua Oil, yang memperdagangkan sekitar 1,3 juta barel minyak per hari dan produk lainnya, memulai usaha patungan dengan SOMO pada 2018 untuk membantu memasarkan minyak Irak di China untuk meningkatkan ekspor. Usaha itu kemudian dibatalkan.
Ekonomi dan industri minyak Irak sangat menderita akibat jatuhnya harga minyak awal tahun ini, setelah Rusia dan Arab Saudi memicu perang harga minyak pada Maret karena perselisihan mengenai produksi minyak. Pada September, ekspor minyak mentah Irak turun enam persen dan pekan lalu menteri perminyakan mengakui bahwa industri tersebut berada dalam kondisi kritis akibat pandemi virus corona.