REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Keputusan Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada Turki atas pembelian rudal S-400 Rusia adalah sikap kesombongan yang khas dan pelanggaran hukum internasional, kata menteri pertahanan Rusia.
"Tentu saja, itu adalah perwujudan lain dari sikap arogan terhadap hukum internasional dan penggunaan tindakan paksaan sepihak oleh AS selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun," kata Sergey Lavrov dalam konferensi pers di ibu kota Bosnia dan Herzegovina, Sarajevo kemarin.
Pendekatan semacam itu tidak berpengaruh apa-apa bagi kredibilitas AS sebagai pihak yang bertanggung jawab di arena internasional, tambah dia.
Departemen Keuangan AS pada Senin memberlakukan sanksi terhadap Turki atas pembelian sistem pertahanan rudal S-400 Rusia. Sanksi berdasarkan Undang-Undang Penentang Lawan Amerika Melalui Sanksi (CAATSA) itu menargetkan Direktorat Industri Pertahanan (SSB) Turki, termasuk Ismail Demir, kepala SSB, dan tiga pejabat lainnya.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa SSB secara sadar terlibat dalam transaksi signifikan dengan Rosoboronexport, pengekspor senjata utama Rusia, dengan membeli sistem rudal darat-ke-udara S-400.
Sanksi tersebut termasuk larangan semua lisensi ekspor AS dan otorisasi untuk SSB dan pembekuan aset dan pembatasan visa kepada Dr. Ismail Demir, kepala SSB, dan pengurus SSB lainnya.
Melalui sebuah pernyataan tertulis, Kementerian Luar Negeri Turki mengecam keputusan sanksi tersebut. "Kami mengutuk dan menolak keputusan yang menjatuhkan sanksi sepihak terhadap Turki," kata kementerian itu.
Presiden Donald Trump mengatakan pada Juni 2019 bahwa pendahulunya Barack Obama telah memperlakukan Turki dengan tidak adil ketika Ankara ingin membeli sistem pertahanan rudal Patriot AS. Pada Senin, Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan sekutunya AS seharusnya mendukung negaranya, bukan menjatuhkan sanksi padanya.