REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) DKI Jakarta, Dr KH Samsul Maarif menghadiri agenda webinar bertajuk "Catatan Akhir Tahun Islam di Ibu Kota 2020", yang digelar Republika pada Selasa (22/12). Dalam kesempatan itu, dia mengakui banyak polemik yang terjadi di DKI sepanjang 2020.
Salah satu hal yang disoroti Kiai Samsul yaitu peran ulama maupun dai terhadap fenomena sosial di tengah situasi pandemi Covid-19. Dia menilai persoalan yang muncul ini sebetulnya masih merupakan imbas dari Pilpres tahun lalu yang dibawa-bawa dalam konteks keagamaan.
"Enggak usah jauh-jauh, tentang vaksin misalnya, yang sekarang banyak dibicarakan, masih terasa orang-orang yang dalam memahami vaksin itu dipengaruhi latar belakang politik dan bekas perdebatan politik Pilpres. Itu masih memengaruhi pendapat keagamaan, termasuk sikap keagamaan. Nah ini yang saya kira harus diakhiri. Kita sebagai warga NU, harus membiasakan diri ketika menyampaikan paham keagamaan itu harus merujuk pada ahlinya," tambahnya.
Misalnya, lanjut Kiai Samsul, saat ini sering orang bertanya-tanya kapan ada vaksin. Lalu ketika ada vaksin, bertanya kembali apakah ini vaksin ini baik untuk digunakan. Kemudian, muncul anggapan agar pemimpin terlebih dulu yang disuntik vaksin.
"Begitu pemimpinnya sudah siap, minta lagi tuntutan, kalau bisa di-live. Setelah itu muncul lagi wah itu pencitraan, ada lagi (anggapan) jangan-jangan itu diganti dengan air biasa (vaksinnya). Model-model seperti ini saya kira harus diakhiri," tutur dia.
Kiai Samsul mengungkapkan, setiap Muslim tentu harus menyerahkan suatu urusan kepada orang yang punya keahlian sehingga persoalan vaksin harus diserahkan kepada orang yang menggeluti bidang tersebut. "Kalau memang vaksin ranah orang orang kesehatan, maka ulama-ulama cukup menguatkan saja," ucapnya.
"Kalau orang-orang di bidang kesehatan, dalam hal ini pemerintah yang mengurusi bidang kesehatan, mengatakan ini vaksin sudah diuji klinis sampai tahap terakhir misalnya, sudah dinyatakan (halal) oleh LPPOM (MUI), sudah bisa dipraktikkan, ya kita terima karena itu sesuai dengan ahlinya, jangan ngarang-ngarang sendiri," tambahnya.
Karena itu juga, Kiai Samsul berharap terutama kepada warga NU, tokoh agama, dan masyarakat DKI Jakarta agar menjadi tokoh agama panutan umat Islam. "Kalau bisa tokoh agama ini siap untuk menjadi orang yang pertama kali disuntik vaksin, memberikan contoh, sehingga masyarakat tidak takut lagi," ujarnya.
Namun, Kiai Samsul menjelaskan, kalau pun vaksin yang hendak digunakan itu diketahui mengandung unsur haram, maka sebetulnya dibolehkan sementara waktu untuk digunakan karena berada dalam situasi darurat. "Kalau tidak ada vaksin lain, cuma itu, dan ternyata vaksin itu masih ada unsur kandungan haram, ya boleh kita pakai, tetapi hanya untuk darurat, nanti ketika ada vaksin lain yang memang betul betul bersih dari yang haram barulah tidak boleh dipakai lagi," paparnya.