Warta Ekonomi.co.id, Jakarta
Pendiri dan Kepala Eksekutif Grab, Anthony Tan, mulai menunjukkan ambisinya. Ia menuntut kontrol yang kuat atas Gojek jika merger benar-benar terjadi. Selain itu, Tan juga menawarkan diri untuk menjadi 'Kepala Eksekutif Seumur Hidup (CEO for Life)'. Hal ini sontak memicu reaksi dari para investor.
Layanan aplikasi online asal Singapura itu juga menyodorkan beberapa klausul lain sebagai syarat untuk merger, termasuk memberikan Tan hak suara yang cukup besar di perusahaan, hak veto atas keputusan dewan, serta memiliki pengaruh atas kompensasinya sendiri, menurut dua sumber yang mengetahui persis rahasia masalah tersebut.
Sumber terpisah yang memiliki informasi merger Grab dan Gojek ini, seperti dikutip dari Nikkei Asia, Sabtu, 26 Desember 2020, juga mengatakan kondisi seperti "siapa yang akan diangkat, dan dalam kondisi apa, CEO baru jika Anthony Tan meninggal dunia" juga termasuk dalam pembahasan antara kedua kompetitor di Asia Tenggara tersebut.
Baca Juga: Grab dan Go-jek 'Kawin'? Gass Ajaa... Tak Butuh Restu Kemenhub
Apabila tuntutan tersebut disetujui, maka memberi Anthony Tan kekuasaan yang signifikan atas entitas gabungan dan telah menimbulkan kekhawatiran di antara beberapa investor karena mereka mungkin akan membatalkan daftar publik potensial di masa mendatang karena masalah tata kelola perusahaan.
Beberapa investor bahkan ingin segera menggelar IPO setelah kedua entitas ini resmi merger. Nikkei Asia melihat jika Grab baru-baru ini bergerak untuk mengklarifikasi kepada investor yang bersangkutan bahwa proposalnya telah disalahartikan selama negosiasi.
Grab juga mengatakan entitas yang digabungkan akan dijalankan dengan cara yang sesuai dengan peraturan IPO. Pada saat yang sama, Grab berpendapat bahwa mereka, yang baru-baru ini mau go public, memiliki saham supervoting yang memberikan pengaruh lebih besar kepada para pendiri.
Oleh karena itu, Nikkei Asia memandang bahwa Grab telah menjelaskan saham supervoting juga akan diberikan kepada Co-CEO Gojek, Andre Soelistyo. Kendati demikian, ketika dikonfirmasi, baik SoftBank selaku investor terbesar Grab, Grab maupun Gojek menolak berkomentar.
Merger atau penggabungan kemungkinan akan membuat Grab memimpin dalam perusahaan terintegrasi karena dinilai lebih tinggi valuasinya ketimbang Gojek serta mereka beroperasi di lebih banyak pasar di Asia Tenggara.
Seseorang yang mengetahui masalah ini mengatakan bahwa meskipun negosiasi masih pada tahap awal, namun ketidaksepakatan utama adalah struktur kepemilikan saham dari entitas gabungan tersebut.
Baca Juga: Jelang 2021, Bangkitkan Ekonomi Rakyat via Bisnis Waralaba Roti Kapiten
"Gojek telah meminta 40 persen saham, jumlah yang menurut Grab secara fundamental terlalu banyak. Ini mengingat kalau Grab berada dalam kondisi keuangan yang lebih sehat, termasuk dalam pendapatan, daripada Gojek," ungkap sumber yang enggan diungkap identitasnya itu.
Seperti diketahui, Grab dan Gojek telah melakukan pembicaraan merger selama hampir satu tahun, di mana investor dari kedua belah pihak secara agresif mengejar kesepakatan saat ini.
"Beberapa dari mereka (investor) ingin mengakhiri persaingan yang intens yang telah menghabiskan dana miliaran dolar AS. Apalagi sekarang, baik Grab dan Gojek, telah terkena dampak negatif dari pandemi COVID-19 karena bisnis inti mereka, yaitu angkutan penumpang, anjlok," tegas sumber tersebut.