REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kekhawatiran terhadap munculnya klaster baru Covid-19 pascapelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Provinsi Jawa Barat tak terbukti. Karena, berdasarkan hasil evaluasi, hingga lebih dari dua pekan pascapelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 lalu, tidak ditemukan adanya bukti kuat munculnya klaster pilkada di delapan kabupaten/kota yang menggelar Pilkada Serentak 2020 di Provinsi Jabar.
Adapun delapan kabupaten/kota di Jabar yang menggelar pilkada, yakni Kabupaten Bandung, Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Karawang, Indramayu, Tasikmalaya, Pangandaran, dan Kota Depok. "Ini menjadi satu hal positif, kami pastikan tidak ada klaster pilkada," ujar Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jabar, Abdullah Dahlan dalam kegiatan Bawaslu Jabar Forum Senin petang (28/12).
Abdullah mengatakan, berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Jabar, seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 umumnya patuh dan disiplin menerapkan protokol kesehatan (proses) pencegahan Covid-19 dalam setiap tahapan hingga hari H pemungutan suara.
"Baik pemilih maupun penyelenggara tertib (menerapkan prokes). Bisa kami katakan pelaksanaan, Pilkada 2020 di Jabar berjalan sesuai dengan prokes dan tidak ada klaster baru. Tidak ada terkonfirmasi klaster baru, baik di penyelenggara pilkada ataupun pemilih," paparnya.
Namun begitu, kata Abdullah, bukan berarti pihaknya tidak menemukan pelanggaran prokes selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di Jabar. Bahkan, berdasarkan catatannya, pelanggaran prokes marak terjadi di Kabupaten Indramayu, Kabupaten Karawang, dan Kota Depok."Kalau pelanggar prokes ini (marak terjadi) di Indramayu, Karawang, dan Depok," katanya.
Abdullah mengatakan, pihaknya pun mencatat ratusan perkara pelanggaran selama pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di delapan kabupaten/kota di Jabar yang meliputi pelanggaran kode etik, administrasi, tindak pidana, dan pelanggaran hukum lainnya.
Menurutnya, Kabupaten Bandung menjadi daerah paling banyak melakukan pelanggaran dengan total 39 perkara pelanggaran diikuti Kabupaten Karawang 37 perkara, Indramayu 27 perkara, Pangandaran 21 perkara, Sukabumi 17 perkara, Cianjur 10 perkara, dan Tasikmalaya 7 perkara. "Jenis pelanggarannya itu kode etik 24 (perkara), administrasi 67, tindak pidana 14 dan hukum lainnya 69 perkara pelanggaran. Khusus untuk pidana yang sudah vonis 7 perkara," katanya.
Berkaitan dengan perkara pelanggaran hukum lainnya, jatah Abdullah, meliputi pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN), politik uang, termasuk perkara pelanggaran prokes yang totalnya mencapai sekitar 200 perkara.
Sementara menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jabar, Rifqi Alimubarok, pihaknya tidak menerima laporan adanya klaster baru Covid-19 pascapelaksanaan Pilkada Serentak 2020 di Jabar."Kalau hitungan (pilkada) 9 Desember, sekarang sudah 14 hari penyebarannya di delapan daerah. Pengumuman dari Satgas Covid-19 tidak ada (daerah yang menggelar pilkada) yang masuk zona merah (ketika itu). Hanya Kota Depok dan Kabupaten Karawang, yang lain tidak," paparnya.
Rifqi mengatakan, partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020 juga meningkat dibandingkan Pilkada Serentak 2015 lalu dengan rata-rata partisipasi pemilih mencapai 69 persen atau naik 9 persen dibandingkan Pilkada Serentak 2015 lalu.
"Kalau dirinci, (partisipasi masyarakat) paling tinggi itu Pangandaran 88 persen, yang paling rendah Sukabumi sekitar 68 persen. Kalau target yang bisa dipenuhi hanya Pangandaran, yang lainnya tidak memenuhi target," katanya.
Meski belum memenuhi target, kata Rifki, tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2020 di delapan kabupaten/kota di Jabar yang menggelar pilkada rata-rata meningkat.
Rifki menjelaskan, Pilkada Serentak 2015 rata-rata 60 persen angka partisipasinya, sekarang meningkat, seperti Sukabumi yang naik dari 58 persen ke angka 60 persen, lalu Kabupaten Bandung dari 63 persen ke 72 persen, dan Pangandaran dari 77 persen ke 83 persen. "Itu yang hari membuat terkejut, ternyata masyarakat kita bisa hadir (mencoblos)," katanya.