REPUBLIKA.CO.ID, AGAM -- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melalui Resor Agam mencatat 10 kejadian konflik antara manusia dengan satwa liar selama 2020.
"Satu orang meninggal dunia dan satu orang lainnya terluka akibat diserang buaya muara," kata Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam Agam, Ade Putra di Lubukbasung, Sabtu.
Selain dua warga jadi korban, tambahnya, 12 ekor ternak warga berupa tiga ekor kerbau, satu ekor sapi dan delapan ekor kambing dimangsa harimau Sumatera, macan dahan dan beruang madu.
Ternak itu diserang satwa liar tersebut saat berada di kandang dan di lokasi pengembalaan sekitar rumah. Menurut Ade, konflik antara manusia dan satwa liar pada 2020 menurun dibandingkan pada 2019, karena tahun sebelumnya sebanyak 11 kejadian.
"Saya berharap untuk antisipasi terjadinya konflik antara manusia dan satwa liar, warga ikut melakukan mitigasi (pencegahan) dengan mengamankan ternaknya di kandang, meningkatkan kewaspadaan ketika beraktivitas di kebun dan di dalam air pada malam hari," katanya.
Untuk tindak pidana yang ditindak oleh Resor KSDA Agam bersama pihak terkait sebanyak enam kasus berupa satwa burung rangkong, kukang, bagian tubuh berupa sisik trenggiling, burung nuri dan tiong emas (beo). Keenam kasus telah melalui proses pengadilan dan para pelaku telah menjalani vonis.
Sementara tindak pidana pembalakan liar di dalam kawasan hutan Cagar Alam Maninjau tidak terdapat kasus. Namun beberapa kali hasil patroli tim BKSDA hanya menemukan barang bukti berupa beberapa batang kayu olahan dan telah diamankan di kantor Resor KSDA Agam.
"Tidak ditemukannya kasus pembalakan liar diduga akibat meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian kawasan hutan terutama cagar alam untuk kehidupan," katanya.
Untuk potensi keanekaragaman hayati, sepanjang tahun 2020 di wilayah kerja Resor KSDA Agam tercatat 17 individu bunga rafflesia mekar dan empat tumbuhan bunga bangkai dalam kondisi mekar.
Selain itu terpantau keberadaan satwa langka dan dilindungi berupa beruang madu, kijang, kukang, harimau Sumatra, macan dahan, kucing hutan, binturung, trenggiling, burung rangkong dan kuau.
"Tentunya ini menjadi kekayaan hayati Kabupaten Agam yang perlu terus dijaga dan dilestarikan," tegasnya.
Sementara penyerahan satwa dilindungi dari masyarakat sebanyak 14 ekor terdiri dari tujuh ekor baning coklat, empat ekor kucing kuwuk (kucing hutan), satu ekor kukang, satu ekor binturung dan satu ekor burung rangkong.
Untuk pendataan satwa sepanjang 2020, sebanyak 36 orang warga telah melaporkan dan melakukan pendataan satwa burung peliharaannya ke Resor KSDA Agam.
Satwa burung itu didaftarkan ke KSDA setempat secara kolektif dan perorangan. Khusus pendaftaran secara kolektif, petugas KSDA setempat mendatangi ke lokasi pecinta burung.
Untuk warga yang telah melaporkan diberikan surat tanda pelaporan, dalam surat itu juga dicantumkan kewajiban pemilik untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, memelihara kesehatan, kenyamanan, keamanan tumbuhan, satwa liar peliharaan dan bersedia untuk dilakukan pengawasan oleh KSDA.
Sebelumnya pada 2018, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH) mengeluarkan Peraturan Menteri LKH Nomor P.20/2018 terakhir diubah dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.106/2018 tentang daftar tumbuhan dan satwa dilindungi.
Dalam peraturan tersebut beberapa jenis satwa terutama burung yang sebelumnya tidak masuk daftar dilindungi menjadi dilindungi seperti, burung tiong emas (beo), burung cica daun atau murai daun dan lainnya.
Untuk satwa dilindungi, peran serta masyarakat dalam mendukung kelestarian berupa melaporkan dan menyerahkan kepemilikan satwa kepada BKSDA dan tidak melakukan perburuan satwa dilindungi.
Ke depannya KSDA akan semakin meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak termasuk masyarakat dalam menjalankan tugas dan peran Konservasi Sumber Daya Alam di wilayah kerja Resor KSDA Agam.